Sambungan dari Pergilah, biar aku merasakan rindu!
Baru semenit Abimanyu meninggalkan Siti Sundari, tetapi ia merasa waktu merambat sejauh satu jam. Lehernya berasa makin panjang sebab sebentar-sebentar ia melongok ke arah kepergian Abimanyu yang akan menemui Gatotkaca.
Dalam hati kecilnya ia mencemaskan keselamatan kekasihnya itu, bisa-bisa rombongan dari Hastinapura mengeroyoknya karena telah menghalangi Lesmana untuk mendapatkan dirinya.
Pelan tapi pasti kerinduan kepada Abimanyu mulai merambati perasaannya. Untungnya ia telah berpesan kepada lelaki pujaan hatinya untuk jangan pergi terlalu lama.
***
Lesmana tak mau menyia-nyiakan waktu. Ia kudu segera menemukan Siti Sundari. Ia bertanya kepada setiap orang yang ditemui di jalan apakah melihat Siti Sundari melintas di sana. Semua orang menjawab entah, sebab memang jalur pelarian Siti Sundari tidak melewati jalanan umum.
Ia pantang putus asa. Semua demi mendapatkan sebuah cinta yang selama ini ia perjuangkan meski gagal melulu. Kali ini cinta Siti Sundari mesti didapatnya. Cinta itu harus memiliki, demikian filosofi terbaru yang ia anut.
***
Satu jam setengah berlalu, rindu sekaligus cemas bergolak di dada Siti Sundari. Kapan Abimanyu menjemputku?
Seorang lelaki mengendap-endap di belakang Siti Sundari. Langkahnya hati-hati supaya tidak menimbulkan bunyi. Ia ingin membuat kejutan pada gadis yang telah membuatnya rindu setengah mati.
Ia goda Siti Sundari dengan menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangan. Siti Sundari terkejut. Bukannya marah, ia malah membiarkan matanya dibekap lebih lama. Lelaki yang menggodanya seperti mendapatkan kesempatan. Ia rapatkan tubuhnya lalu ia berbisik ke telinga Siti Sundari.
“Dik Sun, mari kita menghadap Rama Kresna!”
Kali ini tingkat keterkejutan Siti Sundari seperti disengat kalajengking pedalaman hutan Amazob. Ia tak mengenali suara yang ia dengar barusan. Bukan suara Abimanyu! Padahal ia sudah demikian bahagia dengan godaan Abimanyu yang memberinya kejutan dengan datang secara diam-diam.
Siti Sundari meronta dan terlepaslah dari pelukan lelaki yang tak dikenalnya.
“Siapa kamu yang berani kurang ajar menyentuhku?”
“Ha…ha… kurang ajar bagaimana gadis cantik? Bukankah dirimu tadi menikmati pelukanku? Janganlah kamu sembunyikan perasaan itu!”
Mata Siti Sundari melotot seperti menelanjangi lelaki yang berdiri di hadapannya.
“Aku Lesmana Mandrakumara putra mahkota Hastinapura, cah ayu.”
Lesmana segagah dan setampan ini? Bukankah ia lelaki setengah perempuan, seperti kabar burung yang aku dengar selama ini. Siti Sundari bereka-wicara.