Risalah terakhir Kanjeng Nabi SAW

Ketika Kanjeng Nabi SAW akan mengadakan perjalanan haji, sekitar seratus ribu jamaah telah bersiap-siap untuk menunaikan ibadah haji bersamanya. Jumlah itu selain kaum muslimin yang berada di Mekkah serta berbagai kabilah dan wilayah yang telah masuk Islam. Ia memimpin mereka dalam haji untuk pertama dan sekaligus terakhir kalinya.

Saat itu Kanjeng Nabi SAW didampingi para istri. Ia bersama rombongan hajinya keluar dari Madinah pada hari Sabtu antara waktu Dzuhur dan Asar. Rombongan Kanjeng Nabi SAW sampai di Mekkah pada hari Ahad tanggal 4 Dzul Hijjah 10 H. Pada hari ke 8 Dzul Hijjah yaitu hari Tarwiyah, Kanjeng Nabi SAW pergi ke Mina. Selama sehari itu ia melakukan kewajiban shalat dan tinggal di kemahnya. Begitu juga dengan malam harinya, sampai pada waktu fajar menyingsing pada hari haji. Selesai shalat subuh, dengan menunggang untanya yang bernama al Qashwa’ , ia menuju arah gunung Arafah. Arus manusia mengikutinya dari belakang. Di Namira, sebuah desa sebelah timur Arafah telah dipasang sebuah kemah untuk beliau. Ketika matahari telah tergelincir, beliau mengambil untanya dan berangkat lagi ke perut wadi di bilangan ‘Urana. Di tempat itulah umat manusia dipanggilnya, dengan masih di atas untanya ia dengan lantangnya – meskipun begitu masih diulang oleh Rabi’a bin Umayya bin Khalaf. Setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah, ia berkata :

“Wahai umatku sekalian, perhatikanlah ucapanku ini karena barangkali sesudah tahun ini aku tidak bisa berjumpa lagi dengan kalian di tempat ini untuk selamanya. Wahai saudaraku, darah dan harta benda kalian itu suci (haram diganggu satu sama lain) hingga kalian bertemu Allah kelak, sebagaimana kesucian hari dan bulan ini. Kalian pasti menghadap Allah lalu Dia meminta pertanggungjawaban amal perbuatan kalian. Ingatlah, aku sudah menyampaikan risalah ini.

Siapa saja yang diserahi amanat, sampaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya. Semua perbuatan riba sudah dilarang. Namun, kalian berhak menerimanya kembali modal kalian. Jangan menzhalimi pihak lain dan jangan mau dizhalimi pihak lain. Allah telah menetapkan bahwa tidak ada lagi perbuatan riba, dan riba yang dilakukan Abbas bin Abdul Muthalib semua tidak berlaku lagi.

Semua tuntutan darah pada masa jahiliah dihapuskan. Tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibu Rabi’ah al-Harits bin Abdul Muthalib. Dia mencari perempuan yang menyusui dari bani Laits, tetapi perempuan itu dibunuh oleh Hudzail.

Selanjutnya saudaraku sekalian, hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah di negeri kalian ini untuk selamanya. Akan tetapi, ia akan sangat bangga jika kalian menaatinya dalam perkara paling kecil sekalipun. Untuk itu, waspadalah dan jagalah agama kalian baik-baik.

Saudaraku sekalian, menunda-nunda berlakunya larangan pada bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Hal ini membuat orang kafir semakin sesat. Satu tahun mereka halalkan dan tahun yang lain mereka haramkan agar bisa melanggar ketentuan pada bulan yang sudah diharamkan Allah. Mereka pun kemudian menghalalkan sesuatu yang sudah diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan.

Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Jumlah bilangan bulan menurut Allah ada dua belas bulan, empat bulan di antaranya bulan haram, tiga bulan berturut-turut (Syawwal, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah) dan satu terpisah : Rajab antara bulan Jumadal Akhir dan Sya’ban.

Selain itu, saudara-saudara sekalian, kalian memiliki hak atas istri, begitu juga sebaliknya, sang isitri memiliki hak atas kalian. Hak kalian ialah melarang mereka menerima laki-laki lain di tempat tidur kalian dan melarang mereka berbuat nista. Jika mereka mengizinkan untuk pisah ranjang dengan mereka dan boleh menghukum mereka dengan hukuman yang tidak membahayakan. Apabila mereka tidak melakukan itu, kalian kembali wajib member nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik. Berlaku baiklah kepada istri kalian. Mereka itu di sisi kalian lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk diri mereka sendiri. Kalian telah menerima mereka sebagai amanat Allah (akad nikah). Kalian juga menjadikan kehormatan mereka halal bagi kalian dengan kalimat Allah. Perhatikanlah kata-kataku ini saudaraku sekalian, dan ingatlah bahwa aku telah menyampaikannya.

Aku telah mewariskan Kitabullah dan sunah Rasulullah ke tangan kalian. Jika kalian berpegang teguh padanya, kalian tidak akan tersesat selamanya.

Wahai umatku, dengarkan dan perhatikanlah kata-kataku ini! Kalian akan mengerti bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain; semua muslimin itu bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika saudaranya dengan senang hati memberikannya. Jangan pernah menganiaya diri sendiri. Ya Rabb, sudahkah aku menyampaikan ajaran-Mu?”

Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab :”Ya!”

“Ya Rabb, saksikanlah ini,” lanjut Kanjeng Nabi SAW.

Selesai Kanjeng Nabi SAW mengucapkan pidato, ia turun dari untanya. Ia masih di tempat itu juga sampai pada waktu shalat dzuhur dan asar. Kemudian ia kembali menaiki untanya menuju Shakharat. Pada waktu itulah Kanjeng Nabi SAW membacakan firman Allah :

“Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu sekalian, dengan Kucukupkan nikmat-Ku kepada kamu dan yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu” (QS 5 : 3).

Abu Bakr ra ketika mendengarkan ayat ini dibaca menangislah ia, karena merasa risalah Kanjeng Nabi SAW sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Kanjeng Nabi SAW hendak menghadap Allah SWT.

Ini merupakan satu-satunya ibadah haji Kanjeng Nabi SAW, yang kemudian disebut Haji Wada’. Disebut demikian karena Kanjeng Nabi SAW menyampaikan kata perpisahan kepada umatnya di sana. Ada pula yang menyebut sebagai haji Islam, karena Allah menyempurnakan agama Islam kepada umat manusia dan mencukupkan nikmat-Nya atawa Haji Balagh (penyampaian) yang berarti Kanjeng Nabi SAW telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya.

Setelah itu Kanjeng Nabi SAW tidak lagi menunaikan ibadah haji hingga kembali ke haribaan-Nya.

[Dari Atlas Perjalnan Hidup Nabi Muhammad oleh Sami bin Abdullah al-Maghlouth]