Hakekatnya hidup ini rangkaian perjalanan belaka, berangkat dari kehendak Tuhan hingga kembali kepada kehendak Tuhan. Tak berlebihan jika dalam pepatah Jawa kalau urip mung mampir ngguyu, artinya cuma sebentar saja karena destinasi perjalanan setelah hidup di dunia masih ada rangkaian perjalanan lagi di alam kekal kelak.
Bagaimana tidak mung mampir ngguyu, sebab hidup di dunia ini ndak perlu diratapi, ndak perlu nggresula, jalani saja. Bukankah hidup ini penuh kelucuan sehingga perlu sering diselingi dengan ketawa kita?
Kelucuan paling mendasar adalah ketika kita tidak mengetahui kalau saat ini kita sedang dalam perjalanan. Karena tidak tahu ke mana arah perjalanan berikutnya maka bekal yang dibawa berupa harta benda sebanyak-banyaknya (kalau perlu didapat dengan cara menggarong harta yang bukan haknya), alih-alih menumpuk amal kebaikan.
Waduh, saya serius amat ya. Padahal mau menceritakan perjalanan libur akhir tahun kemarin. Dini hari tadi saya sudah sampai di Karawang, setelah kira-kira seminggu ada di sekitar Solo-Jogjakarta.
Selalu ada yang berbeda dalam setiap perjalanan Karawang-Solo pp. Sehari menjelang Natal saya berangkat via Tol Cikampek dengan rencana awal lewat jalur Pantura. Sebelum sampai ujung tol, sudah macet total. Ketika ada kesempatan, saya putar balik ke arah Jakarta (jangan ditiru, ini pelanggaran lalu lintas berat di jalan tol), kemudian belok ke arah Bandung (sekitar intersection Dawuan) hingga pintu tol Cileunyi. Dari sini saya lewat Sumedang-Kadipaten-Palimanan.
Saya memantau kepadatan lalin dari waze.com, di mana di sepanjang jalur Pantura dari Kopo-Ciasem-Kandanghaur Indramayu padat. Saya masuk tol Palikanci Cirebon sekitar jam 5 sore. Waduh, menyesal juga saya meneruskan perjalanan melalui tol Kanci-Pejagan sebab kondisi jalan rusak parah. Sudah bayar mahal, jalan tak enak untuk dinikmati.
Ada yang berbeda cara berlalu-lintas di Pantura kali ini yakni truk-truk besar yang biasanya melaju di lajur kanan, kini berada di lajur kiri. Hal ini membuat saya jarang menyalip dari sebelah kiri.
Karena sebagai sopir Pantura yang tak tangguh lagi, tentu saja saya banyak beristirahat, bahkan di ujung hari saya menginap di sebuah SPBU sekitar Tengaran Salatiga.
Lalu, bagaimana jalur kepulangan saya? Dari Solo ke Jogjakarta mengantar Kika ke kosan dulu (minggu besok ia harus berkutat dengan ujian semesteran). Saya tak hendak melalui jalur Selatan, tetapi Pantura lagi maka dari Jogjakarta saya menuju arah Magelang. Dari pertigaan Secang saya ambil jalur alternatif Temanggung-Ngadirejo-Weleri Kendal. Tentu saja sebelumnya saya pelajari peta sebab saya tak ingin menjadi The Lost Cartographers lagi, apalagi jalur ini saya tempuh untuk pertama kalinya. Berdasarkan perhitungan di Google Maps, jarak ini lebih pendek sekitar 25 km, dibandingkan melalui jalur Secang-Bawen-Semarang.
Pada perjalanan pulang, saya tidak menggunakan tol Pejagan-Kanci. Lewat jalan lama lebih mulus dan lancar jaya. Saya tidur di sebuah SPBU sekitar Jatisari Karawang, sebuah jarak yang sudah dekat dengan rumah. Setelah cukup beristirahat saya melanjutkan perjalanan pulang. Sampai di rumah azan subuh berkumandang.
Di sepanjang perjalanan liburan kali ini saya mengalami banyak kelucuan. Saya percaya kalau urip mung mampir ngguyu
Note:
Postingan ini saya bikin sambil menunggu Kyai Garuda Seta dimandikan di sebuah tempat pencucian mobil yang antriannya sangat banyak (kalau dilihat dari tingkat kekotorannya, bisa jadi mereka habis menempuh perjalanan luar kota)