Rahasia yang menyebabkan Sengkuni tewas

Hari kedelapan belas, sinar matari sedang terik-teriknya di Padang Kurusetra tempat berlangsungnya perang Bharatayuda, sebuah perang saudara yang memperebutkan tahta. Di salah satu sudut lapangan, sedang berlangsung perang tanding antara Sengkuni melawan Bima.

Sengkuni adalah penasihat sekaligus pembisik Duryodana, Raja Hastina. Sebagai  seorang raja yang tipis kupingnya, semua bisikan Sengkuni ditelannya. Bahkan bisikan yang bermuatan hoax, sekalipun! Sengkuni ini adiknya Gandari, ibunya Duryodana. Ibu para Kurawa yang jumlahnya seratus orang itu.

Kali ini ia melawan Bima aka Werkudara alias si Tengah Pandawa yang perawakannya tinggi besar.

Perang tanding berjalan sangat seru. Dengan senjata gada andalannya, Bima menyabetkan senjatanya itu ke arah tubuh Sengkuni.  Gerakan Sengkuni selicin ucapan lidahnya, sehingga gada Bima jarang mengenai tubuh Sengkuni. Bima hampir kehabisan kesabaran.

Pada satu kesempatan, gada mengenai Sengkuni. Anehnya, Sengkuni tidak terluka sedikitpun. Hal itu membuat hati Bima sangat mangkel.

“He…he… Bima… Bima… tubuh raksasamu tak sebanding dengan tenagamu. Ayo, lukai tubuhku ini!” ledek Sengkuni.

Cara Sengkuni tertawa membuat banyak orang ingin muntah.

Bima mengumpat. Apalagi pedang Sengkuni sempat menggores siku tangan kanannya.

“Kamu ndak bakalan melukai tubuhku le, sebab tubuhku kebal terhadap senjata apa pun!” tukas Sengkuni.

Bima berpikir keras untuk mengalahkan Sengkuni, lelaki yang sangat dibencinya itu.

“Baiklah, kalau hari ini menjadi takdir aku mati di tanganmu, bagikan rahasiamu kepadaku, Sengkuni,” rajuk Bima sambil melemparkan gadanya ke tanah.

“Rahasia apa?” tanya Sengkuni.

“Rahasia ilmu kebal yang kini kamu miliki,” jawab Bima.

Dasar Sengkuni yang sombong tanpa menghiraukan maksud Bima menanyakan rahasianya, ia pun menceritakan rahasia itu.

“Sebelum aku bertanding denganmu tadi, aku mengolesi tubuhku dengan Lenga Tala, sebotol minyak yang pernah aku rebut dari Begawan Abiyasa. Lenga Tala adalah minyak yang memiliki khasiat bikin tubuh kebal terhadap semua senjata. Dan hari ini aku telah membuktikan kesaktian minyak ini,” ujar Sengkuni bangga.

Bima bersimpuh di hadapan Sengkuni. Posisi gada jauh dari jangkauan Bima. Sengkuni mengira kalau Bima menyerah, tetapi ia salah duga.

Bima segera menerjang Sengkuni dan menjatuhkannya. Sengkuni tidak berkutik. Bima pun memelorotkan celana dalam Sengkuni, lalu ia menancapkan Kuku Pancanaka miliknya ke dalam dubur Sengkuni kemudian dirobeknya kulit Sengkuni hingga ke arah perutnya.

Bukankah tubuh Sengkuni kebal? Tidak semua bagian tubuh terolesi Lenga Tala, hanya bagian dubur saja yang tersisa dan hal ini dengan cerdik dimanfaatkan oleh Bima.

Sengkuni sekarat, tetapi belum tewas. Ia pun bersumpah: aku akan menitis pada orang-orang culas di lingkaran kekuasaan. Aku akan bisikan kalimat-kalimat indah untuk mempertahankan kekuasaan, bagaimana pun itu caranya!

Tidak semua orang sanggup menerima kekalahan.

***

Tiba-tiba Bima diserang oleh seseorang yang membawa senjata gada. Bima waspada dan segera meraih gadanya.

“Bima, sekarang lawanlah aku!” tantang Duryodana.

Bima mendengus menerima tantangan Duryodana. Dua ksatria saudara sepupuan yang sama-sama bersenjata gada kini saling berhadap-hadapan. Entah siapa yang memulai, kedua gada saling berbenturan hebat. Saat Duryodana terlena, gada Bima mengenai dada Duryodana. Sangat keras. Duryodana bergeming dan malah tertawa ngakak. Bima terkejut, kenapa Duryodana tiada terluka. Bima kembali mengayunkan gadanya dan mengenai kepala Duryodana.

Bima mengira kepala itu akan pecah, tetapi dugaan Bima salah. Duryodana tetap berdiri tegak. Bima penasaran cenderung putus asa, ilmu kesaktian apa yang telah digunakan oleh Duryodana.

“Bima…. ayunkan gadamu ke arah selangkangan Duryodana!” teriak Kresna dari kejauhan.

“Kakang Kresna, bukankah pantangan bagi ksatria menyerang ke arah selangkangan musuh?” tanya Yudhistira yang berdiri di sebelah Kresna.

Huppp….!! Bima mengayunkan gadanya tepat mengenai bagian sedikit di bawah udel Duryodana.

“Ufff..!!!” Duryodana mengerang kesakitan dan tumbang.

Tanpa ampun lagi Bima mengayunkan gada ke arah kepala Duryodana. Batok kepala Duryodana retak, darah mengalir membasahi mukanya.

“Aku ingin mati bersama Banowati, istriku. Bima, tolong bawakan Banowati ke hadapanku,” ratap Duryodana.

Bima melangkah meninggalkan Duryodana menuju tempat Sengkuni sekarat. Kemudian ia seret Sengkuni ke arah Duryodana tergeletak.

“Ini Banowatimu!” ujar Bima.

Darah yang bersimbah di wajahnya telah menutupi kedua matanya. Ia berusaha mendekati tubuh Sengkuni yang ia kira Banowati. Tanpa diduga oleh siapa pun, Duryodana dengan sekuat tenaga menggigit leher Sengkuni.

Tak lama kemudian Sengkuni tewas dan disusul oleh Duryodana.

Tanpa dilihat oleh siapa pun, arwah Sengkuni keluar dari jasadnya dan berkelana berkeliling dunia untuk mewujudkan sumpahnya.