Prestasi

Ruang tunggu sopir satu-satunya ruang yang diperbolehkan untuk merokok. Makanya, ruang tersebut menjadi tempat favorit para ahli hisap kretek. Tak terkecuali Jokir, nama beken dari Joko Irianto. Ia sempat heran, di sana ia memergoki teman kantornya yang sudah terkenal anti merokok, klepas-klepus memainkan asap kretek.

“Tumben ngêsês, mas?” tanya Jokir kepada Ndaru, nama teman kantornya itu.

Ndaru menatap Jokir dan memberikan kretek Djisamsoe-nya. Jokir paham, ia pun ndudut satu batang, memijat-mijat ujungnya, menyelipkan di bibir, kemudian memantikkan api. Plas! Asap mengepul dari hidungnya. Sedaap…!!

“Gajimu naik berapa persen Kir?” tanya Ndaru.

“Lumayan mas. Hampir mendekati empat puluh persen. Sampeyan, sendiri piye?” Jokir balik bertanya.

Lha iya kuwi… sing marakne bludrek!” jawab Ndaru. Sengak.

Bludrek piye? Apa sampeyan nggak naik gaji? Kan nggak mungkin. Wong UMK naiknya lumayan banyak, kita-kita sebagai karyawan lama pasti mendapatkan upah sundulan toh?” ujar Jokir, matanya berkedip-kedip karena terkena asap kreteknya.

“Menurutmu apa pertimbangan bos kita dalam menaikkan gaji?” usut Ndaru.

“Beberapa kali kesempatan bos bilang bahwa komponen untuk menaikkan gaji yaitu inflasi dan penilaian prestasi,” papar Jokir.

“Perkara suka nggak suka ikut jadi pertimbangan nggak?” pancing Ndaru.

“Kemungkinan begitu sangat bisa-lah. Memang kenapa mas?” kata Jokir.

“Menurutmu aku termasuk karyawan berprestasi nggak?” tanya Ndaru lagi.

“Lha iya lah. Tapi embuh menurut bosmu,” jawab Jokir.

“Subyektif toh akhirnya? Bosmu bisa menaikkan gajimu empat puluh persen. Hebat. Lha, makanya aku dheleg-dheleg di sini itu karena gajiku mung mundhak delapan persen. Lebih sedikit dibanding nilai inflasi!” Plong dada Ndaru. Paling tidak ia telah mengeluarkan uneg-unegnya.

“Hah… kok bisa cuma delapan persen?” tanya Jokir heran.

“Iya, katanya aku nggak punya prestasi!” kata Ndaru sambil menyambung kreteknya yang sudah ia habiskan.

“Bukan nggak punya prestasi mas. Tapi hasil kerjamu selama ini nggak kelihatan, meskipun sampeyan datang pagi pulang petang. Nggak kelihatan kasat mata maksudnya. Meskipun hasil kerjamu sangat bisa dirasakan dengan hati. Ujud prestasimu itu kan kenyamanan yang dirasakan oleh perusahaan. Memang harus diakui kalau tempat kerja kita ini belum punya sistem untuk menilai karyawannya,” Jokir mencoba berpendapat.

“Ya, memang sih. Bagi karyawan yang hasil kerjanya kelihatan langsung bisa dicap berprestasi. Padahal belum tentu toh. Lah kalau dalam proses kerjanya mengganggu kerja karyawan lain bagaimana?” sungut Ndaru.

“Sabar ya mas….,” hibur Jokir.

~oOo~

Dari ruang kaca lantai dua, bosnya Ndaru sedang mengamati gerak-geriknya. Lalu ia angkat telepon dan memencet extension HRD. “Tolong selidiki kenapa Ndaru sekarang mulai merokok!”