Polis Asuransi

Semalam saya buka-buka file lama yang tersimpan di laci lemari. Di tumpukan map, saya menemukan polis asuransi ML yang umurnya hampir 15 tahun. Saya membuka map berlogo perusahaan asuransi ML yang di masanya termasuk dalam daftar perusahaan penyedia jasa asuransi, anuitas, dan program keuntungan perusahaan terbesar di dunia. Di sana terselip sebuah kuitansi pembayaran premi pertama yang jumlahnya sangat besar jika diukur di zaman dulu dan lumayan besar jika dinilai hari ini.

Saya jadi teringat seorang kawan yang datang kepada saya menawarkan produk asuransi ML.

Selayaknya karib yang lama tak bertemu, kunjungan seorang kawan (tepatnya, ia adalah kakak kelas tiga tingkat di atas saya saat kuliah dulu sekaligus kawan seorganisasi mahasiswa) ke kantor saya sambut dengan suka cita. Di tengah obrolan saya terkejut setengah mati ketika ia menawarkan asuransi pensiun. Kenapa saya terkejut sebab baru ketahuan kalau kedatangannya ke kantor saya tidak sebagai kawan yang lama tak bertemu namun sebetulnya sudah punya agenda khusus menawarkan asuransi.

Waktu itu, hilang selera saya menanggapi ocehannya. Ia memberikan ilustrasi, kalau di masa pensiun saya nanti bakal terjamin. Celakanya, saya cuma diam dan seringnya mengangguk-angguk saja dengan harapan ia menyudahi kunjungan.

Bagai kerbau dicocok hidungnya, saya kok nggak bisa menolak ketika ia minta KTP saya lalu ia mengisi sebuah borang dan menyodorkan ke saya untuk saya tanda tangani. Saya lihat besarnya premi asuransi yang harus saya bayarkan, membuat kepala saya kliyengan sejenak. Jumlahnya hampir sebesar gaji saya sebulan! Saya harus membayarkan setahun dua kali, hingga lima tahun menjelang usia pensiun.

Rupanya kawan saya membaca kegelisahan di raut muka saya dan ia mengatakan supaya saya tenang, sebab ia akan nalangin pembayaran premi pertama. Ia juga mengatakan kalau seminggu kemudian akan datang ke rumah saya mengantarkan polis asli plus kuitansi pembayaran. Dan itu artinya saya mesti mengganti dana talangan darinya.

Betul saja, ia datang ke rumah pada hari Minggu. Wajahnya sumringah ketika mengabarkan kalau saya telah menyelamatkan kariernya sebagai agen asuransi. Dengan saya ikut asuransi ML tersebut, kawan saya itu berhasil melampaui targetnya dan berhak mendapatkan bonus dan kenaikan peringkat dari perusahaannya. Ia dengan bangga menceritakan kalau bisa makan semeja dengan bos besar yang datang dari New York AS.

Saya tersenyum kecut. Apalagi setelah uang hampir sebesar sebulan gaji hasil utangan berpindah ke tangan kawan saya. Dengan kesulitan menata emosi, saya merasa telah salah jalan dengan ikut asuransi tersebut. Pada enam bulan berikutnya, cashflow keuangan saya goyang. Saya memutuskan nggak akan membayarkan premi semester berikutnya, bahkan tahun-tahun berikutnya.

Kawan saya itu tak menghubungi saya lagi, hingga sekarang ini. Apakah ia tidak tahu kalau saya tidak pernah bayar premi asuransi yang ia tawarkan kepada saya? Atawa sebetulnya tahu?