Sudah dua tahun berkuasa pada kerajaan besar, Hayam Wuruk belum mempunyai istri, apalagi seorang permaisuri. Sebagai raja Majapahit sebetulnya sangat mudah baginya untuk mendapatkan istri, seberapa pun jumlahnya. Mahapatih Gajah Mada yang setia mendampingi Hayam Wuruk tahu persis kegelisahan hati rajanya itu.
“Paman Mada, apakah utusanmu sudah kembali dari Tanah Pasundan?” tanya Hayam Wuruk kepada Gajah Mada.
“Maksud tuanku, si Sungging Prabangkara pelukis istana Majapahit itu? Mungkin hari ini ia akan menghadap tuanku,” sembah Gajah Mada.
Ya, beberapa waktu yang lalu Gajah Mada mengutus Sungging Prabangkara ke Tanah Pasundan untuk melukis wajah seorang putri Kerajaan Pajajaran yang bernama Pitaloka. Berita mengenai kecantikan Pitaloka sampai ke Majapahit dibawa oleh telik sandi Bhayangkari Kerajaan Majapahit. Tugas utama Sungging Prabangkara memindahkan kecantikan Pitaloka ke dalam kanvas, agar Hayam Wuruk bisa tahu betapa cantiknya Pitaloka dan apakah Hayam Wuruk nanti berkenan mempersunting Pitaloka sebagai permaisurinya.
“Hamba mohon menghadap paduka,” Sungging Prabangkara datang menghadap tidak lama kemudian.
“Prabangkara, bagaimana hasil pekerjaanmu, lancar?” tanya Gajah Mada.
Sungging Prabangkara segera membuka gulungan kanvasnya. Hayam Wuruk menahan nafas, terpejam, bibirnya dremimil berharap Sungging Prabangkara memberikan gambar perempuan cantik yang bernama Pitaloka itu.
Cling!! Kanvas berukuran cukup besar itu terbuka sudah. Hayam Wuruk dan Gajah Mada membelalakkan matanya, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Secantik inikah Pitaloka?” kata Hayam Wuruk.
“Benarkah ini Pitaloka?! Pakaian macam apa yang ia kenakan? Apakah pakaian putri keraton di Kerajaan Pajajaran jauh berbeda dengan kita di Majapahit?” Hayam Wuruk setengah tidak percaya.
Sungging Prabangkara diam. Ia tidak berani menjawab. Ia merasa ada yang salah dengan lukisan itu.
Diamnya Prabangkara, sedikit membuat gusar Gajah Mada.
Gajah Mada segera memanggil telik sandi yang dulu memberikan laporan mengenai kecantikan Pitaloka. Telik sandi itu segera datang dan betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan gambar perempuan cantik di atas kanvas Sungging Prabangkara.
“Ehh… seingat hamba, lukisan ini bukan putri Pitaloka, tuanku. Bukan… ya.. bukan..wajahnya tidak seperti lukisan ini, meskipun perempuan ini juga cantik,” jelas si telik sandi.
“Tapi Pitaloka memang benar-benar cantik, bukan?!” bentak Hayam Wuruk yang hatinya mulai kecewa kepada Sungging Prabangkara.
“Cantik sekali, Paduka,” jawab telik sandi.
“Prabangkara… jelaskan kesalahan ini!!!!” Hayam Wuruk menggebrak mejanya.
“Ammppun…tuan..ku… lukisan…ini…lukisan…iiinnniii… egh…,” suara Prabangkara tercekat di tenggorokan. Gugup dan tiba-tiba gagap.
“Prajurit! Gantung kepala si Prabangkara sialan ini!” Gajah Mada mukanya merah padam, memanggil prajurit jaga. Suaranya menggelegar.
“Sebentar, jangan keburu marah Kakang Mada!” tiba-tiba datang seorang lelaki setengah baya yang dikenal sebagai penasihat politik sang Mahapatih Gajah Mada.
“Ada apa Kyaine?” selidik Gajah Mada pada lelaki yang baru datang itu. Ia datang membawa gulungan kanvas.
“Begini… begini… Prabangkara salah membawa gulungan kanvas. Seharusnya kanvas ini yang ia bawa ke hadapan Paduka Hayam Wuruk. Semalam, sepulang dari Pajajaran Prabangkara menginap di rumah hamba. Ia menunjukkan lukisan putri Pitaloka kepada hamba,” Kyaine mencoba memberikan klarifikasinya.
“Lalu?” sela Gajah Mada.
“Begitu melihat lukisan putri Pitaloka, hamba pun tidak mau kalah menunjukkan kanvas bergambar perempuan cantik ini, tuanku,” kata Kyaine sambil menunjuk kanvas yang tadi digelar oleh Prabangkara di hadapan Hayam Wuruk, “semalaman kami pun memperdebatkan, lebih cantik mana, putri Pitaloka atawa gadis yang ada di kanvas saya ini.”
“Karena masing-masing kami tidak ada yang mau mengalah, kedua kanvas kami gulung. Kyaine pamit ingin beristirahat, dan hamba pun segera tidur. Demikian kejadian yang sesungguhnya, tuanku,” kata Sungging Prabangkara lancar.
“Yo wis… kalau begitu. Tapi ngomong-ngomong, yang terlukis di kanvas ini siapa Kyaine?” tanya Hayam Wuruk, penasaran.
“Prisia Wulandari Nasution, tuanku!” jawab Kyaine sambil mringis.
Sebagai penggemar FTV, Anda tentu kenal dengan sosok ini.