Sementara itu di alun-alun Amarta sedang dipersiapkan pasukan untuk menghadang kedatangan pasukan Kerajaan Trancanggribig yang dikabarkan akan menyerang Kerajaan Amarta. Kepala pasukan masing-masing kompi mempersiapkan para prajuritnya. Mereka segera berkelompok menurut pasukannya, yakni pasukan jalan kaki, pasukan berkuda, pasukan pemanah dan pasukan gajah.
Siapa pun yang menyaksikan gelaran masukan Amarta tersebut akan bergidik hatinya, inikah perang pemanasan sebelum pecahnya perang Bharatayuda? Tetapi apel siaga para prajurit Kerajaan Amarta segera dibubarkan oleh Yudhistira atas perintah Bathara Kresna. Sia-sia saja mengerahkan ribuan prajurit, toh akan kalah juga.
***
Kabar tentang rencana peperangan kedua negeri ini telah menyebar ke mana-mana, tak terkecuali terdengar pula oleh Prabu Petruk. Kepala telik sandi Loji Tenggara segera menghadap Prabu Petruk yang baru saja mengadakan kegiatan blusukan.
Sebagai kepala telik sandi yang masih kinyis-kinyis, ia ingin menunjukkan kemampuan dalam olah-warta di dunia keteliksandian di hadapan Prabu Petruk. Beberapa hari yang lalu ia telah lolos fit and proper test di muka para anggota dewan rakyat Loji Tenggara.
“Hamba ingin melaporkan situasi di luar sana, Baginda Prabu,” katanya takzim di hadapan Prabu Petruk.
“Laporan tentang apa, Tumenggung Susiyoto?” tanya Prabu Petruk tanpa menatap ke arah wajah kepala telik sandi, sebab ia sedang sibuk membaca sebuah berita di koran yang membuatnya agak jengah.
“Anu, di tetangga kita akan terjadi perang besar. Perang antara Kerajaan Amarta dengan Kerajaan Trancanggribig. Menurut analisa saya, perang tersebut akan berdampak kepada situasi politik di Loji Tenggara,” tutur Tumenggung Susiyoto.
Prabu Petruk meletakkan koran, lalu ia bertitah, “Ada hal yang jauh lebih penting daripada kabar rencana peperangan yang kamu bawa itu. Tahukah kamu, ada satu tumenggung di kabinet kita yang katanya melecehkan kewibawaanku dalam memimpin Loji Tenggara?”
Tumenggung Perteliksandian itu terkejut dan bahasa tubuhnya dapat ditangkap dan dibaca oleh Prabu Petruk.
“Kamu tahu kan? Atau pura-pura tidak tahu, Tumenggung Susiyoto?”
“Kalau perkara tumenggung yang menghina kewibawaan Paduka, saya sudah mendengar. Sekarang masih dalam penyelidikan tim telik sandi Loji Tenggara. Bahkan saya sudah menyimpan rekamannya,” papar kepala telik sandi dengan sangat yakin.
“Kamu membawa rekamannya? Coba putar sekarang juga!” titah Prabu Petruk.
Dengan cekatan Tumenggung Susiyoto mengeluarkan ponsel pintarnya. Jemarinya memencet ikon bergambar kompak disk. Tak beberapa lama muncul video tumenggung yang disebut-sebut telah melecehkan kewibawaan Prabu Petruk. Durasi video tersebut lima menit kurang sepuluh detik.
Prabu Petruk memasang telinganya baik-baik. Ia menyimak setiap kata yang keluar dari mulut tumenggung yang terekam di video tersebut. Tumenggung Susiyoto tegang. Ia mempersiapkan diri dari sasaran kemarahan Prabu Petruk.
Terdengar suara tawa menggelegar begitu usai pemutaran video. Itulah nada tawa Prabu Petruk. Ia betul-betul terkial-kial, bahkan perut buncitnya bergoyang naik-turun. Tumenggung Susiyoto heran menyaksikan junjungannya itu bukannya marah malah tertawa demikian dahsyatnya.
“Kalimat mana yang menghinaku, Tumenggung? Ha..ha..ha… apa yang diucapkan olehnya benar belaka. Saya memang seorang raja salah musim, datang dari rakyat jelata. Jadi raja pun saya wagu, ndak pantes. Memang betul apa yang ia katakan,” kata Prabu Petruk.
“Ah, berarti wartawan dan pengamat politik cuma membesar-besarkan hal kecil. Jadi, Paduka tidak marah dengan kejujuran tumenggung tersebut?” tanya Kepala Telik Sandi.
“Ngapain marah kalau yang ia katakan itu sebuah fakta tentang diriku?” Prabu Petruk balik bertanya.
“Tapi bagaimana dengan peperangan yang saya laporkan tadi, Paduka?” Kepala Telik Sandi mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Informasi yang saya dapatkan, Raja Trancanggribig hanya bisa dikalahkan oleh Paduka saja!” tukas Kepala Telik Sandi.
“Ah, bercanda saja kamu!” potong Prabu Petruk.
Tumenggung Susiyoto pun memaparkan informasi tentang rencana invasi Kerajaan Trancanggribig ke Kerajaan Amarta, tak lupa ia juga meneruskan kata-kata Bathara Kresna bahwa Raja Trancanggribig hanya bisa dikalahkan oleh Prabu Petruk. Bahkan para Pandawa akan kalah jika bertarung melawan Prabu Pandupergola, sang raja Trancanggribig itu.
“Tenane?” tanya Prabu Petruk penasaran.
bersambung ke Bagian 8