Petruk mantu [2]

Suhu perpolitikan Kerajaan Loji Tenggara selalu mendidih setelah tampuk pimpinan dipegang oleh Prabu Welgeduwelbeh alias Prabu Petruk. Semenjak Petruk secara tak sengaja ketitipan Jamus Kalimasada ia didaulat oleh rakyat Loji Tenggara menjadi raja. Sungguh ia raja yang independen, bukan raja boneka yang dikendalikan oleh dalang politik di belakang layar.

Sebab apa suhu perpolitikan di Loji Tenggara selalu panas membara? Petruk yang semula hanya punakawan atau abdi dalem tiba-tiba nasibnya melonjak menjadi raja. Tentu saja, ia tak punya pengalaman dalam pemerintahan, sehingga ia memimpin Loji Tenggara dengan bantuan nalurinya sebagai abdi atau emban. Ia sadar kalau apa yang ia lakukan harus mengemban rakyat kebanyakan. Kebijakan yang ia ambil sering dinilai lucu dan tak masuk akal bagi lawan politiknya. Inilah yang membikin suhu politik memanas.

Tapi Prabu Petruk tak ambil pusing. Semua akan indah pada waktu-Nya. Demikian keyakinan Petruk terhadap semua keputusan yang ia ambil.

Bahkan ia tak mau ambil pusing juga ketika kabinet bentukannya diminta untuk di-reshuffle. Tak mempan dengan desakan reshuffle, di masyarakat kalangan bawah ditebar isu adanya beras plastik. Mau tahu apa tanggapan Prabu Petruk?

“Lah, jangankan beras plastik. Kita sudah terbiasa makan ikan gabus, oseng-oseng mercon, nasi kucing, tong seng kambing, roti buaya, apa lagi? Makan ketoprak sak pemain-pemainnya. Masih kurang besar dan berat? Kita juga suka makan empek-empek kapal selam,” ujar Prabu Petruk dengan suara khasnya.

Prabu Petruk sekalian mengingatkan kalau apa yang dimakan para koruptor jauh lebih nggilani, semisal makan aspal, makan semen, atau minum minyak. Dan ajaib betul, isu beras plastik berlalu begitu saja.

Pada suatu pagi setelah sarapan, Prabu Petruk berencana melakukan blusukan di salah satu sudut ibukota Loji Tenggara. Ketika ia mau keluar istana, ia dicegat oleh Lengkung Kusuma, anak sulungnya.

“Pak, ntar dulu. Aku mau bicara!”

“Eh, kamu Kung. Kapan datang dari Karang Kedempel?”

“Semalam pak. Gini, langsung saja ke pokok permasalahannya. Aku pengin nikah pak!”

Prabu Petruk memandang tajam ke arah anak lelakinya itu lalu tersenyum.

“Kapan kamu yang-yangan, kok ini pengin nikah saja. Bapak ndak pernah dengar kamu punya pacar. Siapa pacarmu, Le?”

“Namanya Nalawati pak, mantan Putri Ayu Trancanggribig loh pak!”

“Weh, apa iya? Bagus itu. Ya wis, kamu bicarakan dengan ibumu. Bapak manut saja bagaimana baiknya.”

Begitulah hubungan keakraban anak-bapak. Mereka tak menggunakan tata krama istana, sebab Prabu Petruk sadar diri dari mana asalnya ia dahulu.

bersambung ke Bagian 3