Pesugihan mBah Marto Wedok

Syahdan, mBah Marto Wedok sedang sakratul maut. Para tetangga memenuhi gubuknya yang reyot, menyaksikan kondisi mbah Marto Wedok yang tengah tergeletak di balai bambunya. Kulit mbah Marto Wedok putih semua, bukan putih mulus, tetapi putih panu. Banyak yang bertanya, perihal sakitnya mbah Marto Wedok itu.

Menurut cerita orang, mbah Marto Wedok pernah mencari pesugihan di lereng Gunung Lawu. Gara-gara salah berucap, akibatnya tubuh mbah Marto Wedok dipenuhi jamur seperti itu. Saat bertapa di dalam goa, mbah Marto Wedok didatangi gendruwo hitam tinggi besar. Permintaan mbah Marto Wedok supaya kaya raya bisa dikabulkan asal memberikan tumbal anak atawa suaminya, tetapi mbah Marto Wedok menolak dan memilih ia sendiri yang jadi tumbalnya. Gendruwo itu menyanggupi permintaannya dan mengajukan 2 pilihan kepada mbah Marto Wedok: mau jadi si sugih-belang atau jadi si belang-sugih.

Mungkin karena grogi, mbah Marto Wedok memilih: si sugih-belang. Barangkali itu sudah menjadi nasib mbah Marto Wedok, harta tidak didapat, tetapi setiap harinya kulitnya berubah menjadi belang di sana-sini. Harta benda yang tidak seberapa dihabiskan untuk berobat ke sana ke mari.

Saat sakratul maut itu, tinggal udelnya saja yang masih berwarna coklat. Ia masih bisa berwasiat kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya, “Kalian semua, jangan pernah berbuat syirik, menduakan Gusti Allah dengan ciptaan-Nya atau bahkan meniadakan-Nya dari kehidupanmu. Sekali-sekali jangan pernah!”