Lagi-lagi LKH kena protes pembacanya. Novel Perang Paregrek (PP) yang menceritakan sepak terjang Breh Wirabumi anak Hayam Wuruk, satu bab mengulang cerita di GM. Menurut saya, sah-sah saja. Namanya juga menyambung pentalogi GM. Bagi mereka yang tidak membaca pentalogi GM, penjelasan tersebut akan membantu para pembaca Perang Paregrek.
Membaca novel PP ini sempat mengganggu fikiran saya untuk meruntutkan dengan GM, karena fikiran saya masih “fresh” dengan cerita CM. Eh, belum habis kenangan tentang PP, muncul CM 3. Terpaksa membaca ulang bagian akhir cerita CM 2.
Selama ini saya termasuk orang yang menginterpretasikan bhawa Breh Wirabumi atau Minak Jingga dari Blambangan itu tokoh jahat, bermuka buruk, kaki pincang, dengan senjata Gada Wesi Kuning yang tidak pernah lepas dari tangannya, bersuara sengau dan kalau bicara didahului dengan kata-kata “iyung…..iyung…..iyung…..iyung……iyuuuuuung…” Dan sumber referensi saya mengenai Minak Jingga ini dari pentas ketoprak di TVRI atau film-film Indonesia jaman dulu yang dibintangi oleh Eva Arnaz maupun Barry Prima.
PP telah membalikkan anggapan itu. Bagi Majapahit Breh Wirabumi dianggap penghianat sedangkan bagi orang-orang Blambangan, Breh Wirabumi adalah pahlawan mereka. Sejarah dinilai dari sudut pandang siapa. Seperti karya-karya LKH yang lain, saya menunggu lanjutan cerita PP ini.