Pengobatan alternatif

Beberapa tahun belakangan, marak tempat-tempat praktek pengobatan alternatif. Iklannya pun ada di mana-mana (lengkap dengan testimoni keberhasilannya), baik iklan via media massa atawa sekedar dari mulut ke mulut. Khasiat yang ditawarkan sungguh menggoda hati untuk dicoba kecesplengannya. Pengobatan dokter yang semakin mahal, pergi ke praktek pengobatan alternatif menjadi sebuah pilihan yang  ditempuh banyak orang. Apalagi aneka rupa penyakit bisa ditangani, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Alternatif tak sekedar cara pengobatannya, tetapi juga jenis obatnya. Bermacam tumbuhan diteliti dan dimanfaatkan sebagai obat, terkenal dengan istilah obat herbal. Cara mendapatkan obat herbal pun beraneka macam, bisa langsung membeli atawa ingin mendapatkan harga miring dengan menjadi member sebuah bisnis a la MLM. Saya tidak – setidaknya belum tertarik – mengkonsumsi obat herbal seperti jinten hitam, jus mengkudu, teh rosela, dan sebagainya.

Saya pun tertarik untuk mencoba pengobatan alternatif.

Sampai saat ini penyakit yang rutin mendatangi tubuh saya masih sebangsa pusing, pegal-linu, atawa masuk angin. Penyakit yang mulai agresif menyerang seiring bertambahnya umur saya yakni kolesterol, kegemukan, sesekali asam urat.

Bekam

Beberapa kali saya melakukan bekam. Jika badan terasa tidak enak, dan minum jamu tolak angin tidak manjur saya memilih bekam. Habis melakukan bekam, biasanya tidur nyenyak dan begitu bangun tubuh terasa segar.

Akupuntur

Ukuran psikologis celana saya tetapkan 32, tetapi akhirnya saya toleransi ke angka 34. Wah, kalau celana ukuran 34 sudah tidak muat pertanda perut semakin buncit. Saya pernah melalukan akupuntur untuk mengempeskan perut. Belasan jarum ditancapkan di perut saya, kemudian dialiri stroom listrik arus lemah dan terapi selanjutnya menggetarkan perut dengan semacam sabuk yang digerakkan dengan listrik. Terapi akupuntur dilakukan beberapa minggu dengan berbagai pantangan jenis makanan. Di telinga ditanam sebuah jarum untuk mengendalikan nafsu makan. Berhasil? Saya gagal. Penyebabnya kurang disiplin.

Batu Giok

Ketika di dekat rumah dibuka klinik Terapi Kesehatan dengan Batu Giok saya pun mencobanya. Alat terapinya disebut dengan MPS Capsule DIMA buatan Korea (?), modelnya mirip keranda. Pasien tiduran di keranda tersebut lalu dialiri panas, dan dipijit dengan batu giok. Keringetan, tentu saja. Khasiatnya apa? Saya lupa. Sekali saja, saya mencoba terapi ini.

Pijat Refleksi

Saya akan teriak atawa paling tidak akan meringis, jika jemari kaki atawa telapak kaki dipencet-pencet, apalagi jika menggunakan kayu. Keringat akan bercucuran. Konon, syaraf-syaraf di telapak kaki menggambarkan bagian tubuh kita. Di titik ini untuk jantung, di titik sini untuk ginjal, di titik sebelah sana untuk hati, dan sebagainya. Pijat refleksi saya pernah lakukan beberapa tahun yang lalu.

Totok Darah

Terapi ini saya coba beberapa hari yang lalu. Mulai dari kepala, leher, punggung, tangan dan kaki ditotok pada simpul-simpul darah. Keluhan saya, pusing dan pegal-linu. Di malam pertama dan kedua, pada bagian yang ditotok masih terasa sakit. Entah di malam nanti, saya bisa tidur nyenyak atawa tidak.

Orang bijak pernah menasihati: makanan yang masuk ke mulut jangan makanan sembarangan. Selain halal harus menyehatkan. Jangan lupa juga untuk rutin berolah raga. Sayangnya, saya sering mengabaikan nasihat itu. Kalau halal sih, insya Allah. Perut saya masih sering kemasukan makanan berkolesterol tinggi atawa berkadar gula banyak. Dan, parahnya, saya tidak pernah berolah raga, meski sekedar jalan-jalan pagi.