Penalang

Mengutip KBBI, menalangi/me·na·langi/ v 1 memberi pinjaman uang untuk membayar sesuatu; 2 membelikan barang dengan membayar kemudian. Sedangkan penalang/pe·na·lang/ n orang yang meminjami uang untuk membayar sesuatu; orang yang menalangi.

Tersebab saya suka tidak enak hati atau tidak tegaan, maka pada situasi tertentu saya terjepit sebagai penalang. Dan itu tidak enak, ternyata.

(1)

Pada suatu kepanitiaan, jangan pernah menunjuk saya untuk masuk ke seksi dana yang tugas utamanya mencari sumbangan atau donator. Dijamin proposal tidak akan saya edarkan secara maksimal, sebab saya akan merasa sungkan menodong seseorang untuk memberikan sumbangannya. Meskipun akan “merugikan” saya secara finansial, saya akan memilih menjadi penalang daripada mendatangi orang per orang.

(2)

Jangan juga menunjuk saya sebagai bendahara. Beberapa tahun lalu, saya ditunjuk sebagai bendahara RT yang tugasnya mengumpulkan dan mencatat uang keluar/masuk. Uang masuk dari iuran warga, sedangkan uang keluar untuk keperluan membayar tukang sampah, anggota keamanan, iuran kas RW, dan membayar petugas penarik iuran. Sebetulnya, kalau semua warga taat bayar iuran maka kas RT akan mempunyai saldo yang cukup banyak. Karena banyak warga yang telat bayar iuran, saya sering menalangi dulu pembayaran ini-itu. Untungnya, pada saat pergantian Pengurus RT saldo kas cukup untuk membeli 100 kursi plastik sebagai inventaris RT.

(3)

Entah yang seperti ini bisa disebut nalangi atau bukan. Saya ikut arisan mingguan. Ada saja peserta arisan yang merayu supaya kalau nama saya yang keluar uangnya untuk mereka. Nanti gantian, kalau nama mereka yang keluar uangnya untuk saya. Intinya, pengin dapat arisan duluan sebab ada kebutuhan yang segera diberesi. Kalau saya sih oke-oke saja dimintai seperti itu, hitung-hitung menabung yang akan diambil kelak di kemudian hari.

(4)

“Tolong talangin dulu ya, mas?” demikian pinta seorang kawan ketika ia harus membayar sesuatu sementara ia tidak sedang pegang uang. Lagi-lagi saya tidak bisa menolak (kalau pas ada uang di tangan). Biasanya saya akan mengingat penggalan sebuah syair lagu Kasih Ibu: hanya memberi tak harap kembali.