Pelaminan milik Nurbaya

“Serahkan Nurbaya padaku dan lunaslah hutang-hutangmu!” kata Datuk Maringgih kepada ayah Nurbaya.

Mendengar kalimat yang diucapkan Datuk Maringgih di ruang tamu membuat Nurbaya seperti disengat ribuan kelabang. Apalagi Bagindo Sulaiman – ayah Nurbaya, mengiyakan proposal yang diajukan Datuk Maringgih. Nurbaya segera keluar kamar dan menyelinap keluar melalui pintu dapur. Ia berlari menemui Syamsul kekasihnya.

Bagindo Sulaiman makin pucat pasi ketika Datuk Maringgih memintanya memanggil Nurbaya untuk datang ke hadapannya. Nurbaya hilang! Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya ke atas meja. Ia merasa dikhianati Bagindo Sulaiman.

“Aku kasih waktu 24 jam untuk membawa Nurbaya ke rumahku!” perintah Datuk Maringgih kepada Bagindo Sulaiman yang sedang gemetaran karena takut.

~oOo~

Syamsul sedang berada di teras rumahnya. Ia sedang melukis sebuah pemandangan di mana ia dan Nurbaya pernah datang memadu kasih. Ia terkejut ketika dari halaman rumahnya Nurbaya memanggil namanya.

“Syamsul… ada berita gawat!” teriak Nurbaya sambil tersengal. Ia segera menjatuhkan badannya di pelukan Syamsul.

“Tenang… tenang… ada apa Nur. Ayo, ceritakan padaku apa yang terjadi,” Syamsul mencoba menenangkan Nurbaya.

“Syamsul… segera kawini aku. Ayo, datang ke rumah orang tuaku. Lamarlah aku sekarang juga!” kata Nurbaya.

“Kawin? Melamarmu? Maksudmu?” tanya Syamsul keheranan, tanpa sengaja ia menjatuhkan pensil gambarnya dan mengenai kaki Nurbaya.

“Aduuhhh…. sakit tau!!!” Nurbaya meringis kesakitan.

“Oh… maaf.. maaf.. dindaku…,” kata Syamsul sambil memungut pensilnya.

Keduanya diam, hanya terdengar isak tangis Nurbaya. Dengan sekuat hatinya, Nurbaya menceritakan apa yang terjadi di rumahnya beberapa saat yang lalu.

“Memang berapa hutang ayahmu kepada Datuk Maringgih?” tanya Syamsul.

“Senilai harga rumahku dan rumahmu,” jawab Nurbaya.

“Hmm… banyak juga ya. Oke, aku akan membayarnya,” tukas Syamsul.

Hati Nurbaya berbunga-bunga. Mimpi buruknya akan segera sirna. Nurbaya memberikan kecupan pada Syamsul dan segera berlari pulang ke rumahnya.

~oOo~

Keesokan harinya, Bagindo Sulaiman dan Nurbaya pergi ke rumah Syamsul untuk membicarakan perkara pembayaran hutang kepada Datuk Maringgih. Senyum mengembang menghiasi wajah bapak-anak tersebut.

“Syamsul, terima kasih Nak kamu sudi menanggung hutangku kepada Datuk Maringgih. Dengan apa aku harus membalas kebaikanmu ini?” kata Bagindo Sulaiman.

“Eh… begini Bagindo. Saya memang bersedia membayar hutang-hutang Bagindo kepada Datuk Maringgih. Tetapi tidak sekarang,” dengan takzim Syamsul memberikan penjelasan kepada calon mertuanya.

“Hah… tidak sekarang? Terus kapan?” Bagindo Sulaiman tidak sabar.

“Nanti, setelah saya bekerja dan mendapatkan gaji. Saya akan menabung untuk membayar hutang-hutang Bagindo!” papar Syamsul.

Dunia tiba-tiba terasa gelap gulita bagi Nurbaya. Ia pingsan.

~oOo~

Sepasang pengantin itu tak lepas dari senyum paling manis yang mereka punya. Tamu dan kerabat yang datang memberikan ucapan selamat, disambutnya dengan hati yang bahagia. Ya, sepasang pengantin yang bersanding di pelaminan itu adalah Datuk Maringgih dan Nurbaya.

Lalu, di mana Syamsul?