Pandawa Menyebarkan Berita Hoax

Perang selalu meninggalkan dendam kesumat.

Aswatama mengendap-endap di perkemahan Pandawa. Malam itu ia akan mengeksekusi seluruh Pandawa dan yang menjadi target pertama untuk dibunuhnya adalah Dristadyumna kerabat dekat Pandawa yang telah membunuh Resi Drona, ayah Aswatama.

Dristadyumna yang baru saja melepas baju perangnya ditikam dari belakang oleh Aswatama dan untuk melepaskan dendam kesumatnya ia penggal kepala ksatria yang sudah tak berdaya itu.

***

Aswatama ingat kejadian beberapa hari sebelumnya.

Masih seputar kisah yang terjadi di Padang Kurusetra tempat berlangsungnya pertempuran seru antara Klan Kurawa dan Klan Pandawa. Hari itu, Resi Drona turun ke gelanggang. Mahaguru dan Brahmana para ksatria utama keturunan Bharata itu mengangkat sengaja mengobrak-abrik pasukan Pandawa. Ribuan prajurit Pandawa tewas mengenaskan di tangan lelaki yang sudah berusia sepuh itu.

Keadaan tersebut membuat cemas Pandawa. Tapi, siapa yang sanggup menghentikan amukan Resi Drona? Setahu Pandawa, saat itu Drona belum menggunakan aji pamungkasnya, yakni mantra bramasta. O, mereka membayangkan betapa Klan Pandawa akan hancur lebur jika Drona sudah mengucapkan mantra saktinya tersebut. Puntadewa aka Yudhistira sebagai pimpinan Pandawa memerintahkan kepada Bima aka Werkudara untuk memanggil Kresna untuk dimintai pendapatnya.

“Kelemahan Resi Drona ada di putra kesayangannya, Aswatama. Sebarkan berita hoax kalau Aswatama sudah tewas, aku jamin semangat tempur Resi Drona akan pupus seketika!” ujar Kresna.

Nnggak bisa begitu mas, masak kita mesti berbohong? Itu bukan sifat ksatria. Jangan menggunakan trik yang itu!” kata Bima menggelegak.

“Tapi itu satu-satunya cara untuk memenangkan pertempuran melawan Kurawa. Gini aja, biar Arjuna yang menyebarkan berita hoax itu, piye? Kan Arjuna yang punya istri banyak itu sudah terbiasa berbohong kan?” ujar Kresna lagi, kali ini sambil tertawa.

Ora…ora…. ini urusan perang, bukan urusan membohongi perempuan!” elak Arjuna dengan wajah mbesengut.

Semua pada mengelak untuk menyebarkan berita hoax mengenai kematian Aswatama. Akhirnya, Yudhistira angkat bicara.

“Kalau itu memang satu-satunya jalan, baiklah aku akan berbohong. Biarlah ini menjadi beban dosaku!”

Hening. Dalam fikiran para ksatria yang hadir saat itu sangat menyayangkan jika benar Yudhistira akan melakukan kebohongan publik. Martabatnya akan langsung turun sebab selama ini ia terkenal sebagai raja yang tak bisa berbohong, selalu menjunjung tinggi kejujuran. Karena sifatnya itulah Yudhistira disegani oleh kawan dan lawan.

Demi sebuah kemenangan, sulung Pandawa itu rela untuk menghancurkan martabatnya sendiri.

Akhirnya Kresna membuat siasat. Dan disepakati oleh semua pihak.

***

Bima dengan senjata gada mendekati seekor gajah yang sedang merumput di tepi Padang Kurusetra. Ia yang membeli gajah jinak itu.

“Hai gajah! Mulai saat ini aku beri nama kepadamu Aswatama!” kata Bima.

Namun tiba-tiba Bima mengayunkan senjata gadanya ke arah kepada Aswatama yang gajah itu, maka tewaslah seketika si Aswatama. Bima segera melesat ke arena pertempuran. Targetnya mendekati tempat di mana Resi bertempur.

“Aku telah membunuh Aswatama….. aku telah membunuh Aswatama….!!!!” Bima berteriak lantang dengan tujuan agar didengar oleh Drona. Dalam hatinya, Bima menyesali ucapannya. Tak pernah sekalipun terlintas dalam fikirannya untuk melakukan kebohongan semacam itu.

Drona menghentikan pertempuran begitu mendengar teriakan Bima. Ia gemetar dengan berita yang didengarnya.

“Wahai Bima, benarkah apa yang kamu katakan itu, kalau kamu telah membunuh putra kesayanganku?” tanya Drona kepada Bima.

Bima diam. Drona makin penasaran. Ia langkahkan kakinya mencari keberadaan Yudhistira. Ia ingin bertanya kepada raja yang terkenal berbicara kebenaran. Ia beranggapan, Yudhistira tak mungkin melakukan kebohongan.

“Wahai Yudhistira muridku, benarkah Bima telah membunuh Aswatama?” tanya Drona mengiba.

“Benar guru. Aswatama telah tewas…!” jawab Yudhistira mencoba menegarkan hatinya. “Tapi Aswatama si gajah itu …,” lanjutnya lirih. Namun, kalimat terakhir itu sudah tidak sampai di telinga Resi Drona yang sudah melangkahkan kakinya menjauhi Yudhistira.

Semua mata memandang haru ke arah Drona yang berjalan lunglai bagaikan orang kalah kalah. Ia buang senjatanya, lalu ia duduk bersimpuh.

Drona menyempurnakan posisi duduknya. Ia mempersiapkan diri untuk bersemedi memohon ampun kepada Yang Maha Agung.

Belum juga sebait doa terucap dari mulutnya, tiba-tiba Dristadyumna berlari mendekati Resi Drona. Beberapa detik berikutnya, ia tunaikan takdirnya membunuh Drona.

Dristadyumna memenggal kepala Resi Drona. Tanpa ada perlawanan.

Dan Aswatama – anak kesayangan Drona, melihat peristiwa tersebut dari kejahuan.