Weton

Seorang pemikir sedjati dengan sikap lemah lemboet disertai gaja doeniawi jang mempesona jang moedah menarik orang lain kepadanja. Dikarenakan poenja bakat alami akan bahasa dan kepekaan terhadap perasaan orang lain, maka ia  memiliki potensi oentoek mendjadi seorang pembitjara besar. Banjak di antara orang jang lahir pada hari Rebo Kliwon mendjadi orator ataoe penoelis jang handal. Dia berseri-seri bila mendapatkan poedjian (sebenarnja siapapoen akan begitoe djoega), akan tetapi moengkin ia perlu beladjar oentoek tidak terlaloe memasoekkan kritikan orang lain ke dalam hati. Waspadalah agar kelemahannja terhadap kata-kata jang manis tidak memboeat ia terlaloe moedah diperdaja – seboeah primbon mengenai weton.

Sejak matahari terbenam senja kemarin, hari sudah berganti menjadi Rebo Kliwon dalam penanggalan Jawa, suatu tarikh yang dibuat oleh Sultan Agung. Rebo Kliwon kali ini masuk dalam bulan Bakdamulud tahun Je 1942 Windu Kunthara Wuku Pahang.

Rebo Kliwon adalah weton saya, dan setiap tiga puluh lima hari sekali akan bertemu Rebo Kliwon lagi. Sebagai seorang jawa, saya masih melakukan laku ora turu sakjroning mengeti weton.

Dulu, pada saat datang weton anak-anaknya, ibu saya selalu membuat bubur merah dan putih, nasi tumpeng kecil yang diujungnya dipasangi cabe merah yang diletakkan di meja makan, kemudian ibu berkomat-kamit berdoa kepada Gusti Allah mohon keselamatan bagi anak-anaknya. Kini, setelah anak-anaknya sudah berkeluarga, ritual itu tidak dilakukan lagi. Masing-masing melaksanakan laku sendiri, karena sudah mempunyai keluarga sendiri.

Weton bagi saya adalah sarana introspeksi. Tidak perlu menggugat kepada Gusti Allah kenapa saya dilahirkan ke dunia ini, karena sudah pasti saya diberikan kepercayaan oleh-Nya untuk ikut mewarnai kehidupan ini : mau memutihkan yang hitam, atau menghitamkan yang putih, semua diserahkan kepada pilihan saya. Gusti Allah sudah mempunyai rambu-rambu, tinggal saya bisa membacanya atau tidak. Itulah tujuan saya introspeksi, untuk selalu mawas diri.

Selamat hari Bumi di Rebo Kliwon ini. Mari kita jaga keseimbangan kehidupan di muka bumi.

Kisah Tiga Gelandangan

Di sebuah emperan toko, ada tiga orang gelandangan yang tidur di sana. Pagi hari, ketika mereka bangun di sebelah masing-masing gelandangan tadi terdapat sebungkus nasi yang masih hangat lengkap dengan sayur nangka dan sepotong lauk telur dadar, juga air putih dalam bungkusan plastik.

Gelandangan pertama, begitu melihat ada sebungkus nasi di hadapannya langsung dibuka dan dilahapnya dengan rakus. Maklum sejak kemarin perutnya belum terisi nasi sama sekali. Setelah kenyang tak henti-hentinya dia bersendawa. Kemudian melanjutkan tidurnya.

Gelandangan kedua, membuka bungkusan. Dilihatnya ada sepotong telur dadar dan sayur nangka. Dia menggelengkan kepala, dalam hatinya berkata : “tanggung amat sih orang yang memberikan nasi bungkus ini, kenapa telurnya cuma separo dan sayurnya tidak diberi sambal? Kemudian nasi itu dia santap juga. Ketika mau minum dia juga berkomentar kenapa bukan teh hangat yang manis yang diberikan kepadanya. read more

Tragedi Cinta Budak Homoseks

Judul: Gemblak, Tragedi Cinta Budak Homoseks • Penulis: Enang Rokajat Asura • Penerbit: Edelweiss, 2008 • Tebal: 262 hal

Novel yang beberapa bagiannya ini pernah dipublikasikan dalam cerita bersambung Tabloid Nova ini, memberikan gambaran yang cukup detil mengenai kehidupan seorang warok. Gemblak adalah anak lelaki peliharaan seorang warok untuk mempertahankan kesaktiannya. Tugas utama gemblak adalah melayani kebutuhan seks seorang warok.

Gemblak, jimat dan reyog, tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan warok. Penggemblakan merupakan praktek homoseksual yang diterima begitu saja, bahkan diakui oleh sebuah masyarakat di daerah Jawa Timur sebagai bagian tradisi mereka. Tradisi “cabul” semacam ini sepertinya dilegitimasi oleh masyarakat sebagai suatu tradisi yang harus dilestarikan. Contoh lain, misalnya tradisi bukak kelambu bagi seorang ronggeng, yaitu tradisi “memerawani” seorang ronggeng yang masih gadis yang dilakukan dengan cara dilelang, siapa yang berani bayar mahal dialah yang berhak mendapatkan keperawanan si ronggeng (kisah ini diangkat menjadi sebuah novel Ronggeng Dukuh Paruk – Ahmad Tohari). Atau tradisi melakukan “persetubuhan” dengan orang lain di wilayah Gunung Kemukus Sragen untuk mendapatkan berkah dan kekayaan, yang sebenarnya hal itu merupakan bentuk prostitusi terselubung. read more