Orang Pintar, Baca NGI

Saya begitu tertarik untuk membaca National Geographic Indonesia (NGI) sejak edisi perdana April 2005 dengan judul cover Orang Kerdil dari Dunia yang Hilang. Sampai dengan terbitan ke 6, saya masih kesulitan memahami bahasanya, hal ini bisa jadi karena saat menerjemahkan ke bahasa Indonesia dari bahasa Inggris, “roh” naskah asli tidak disertakan dalam edisi terjemahan. NGI seperti selalu memperbaiki hal ini, buktinya sekarang ini NGI enak dibaca, tidak perlu mengerutkan jidat saya lagi. Apalagi, warna Nusantara selalu ada di setiap penerbitannya.

Foto-foto yang ditampilkan NGI sungguh indah dan bagus, sebagai karya fotografer yang berpengalaman. Dan foto itu berbicara lebih banyak dari pada narasi yang disertakan. Saya sering dibuat takjub melihat foto-fotonya. Tuhan sungguh maha kreatif menciptakan alam semesta ini. Pemandangan alam di gurun, di hamparan gunung es, di hutan, di kedalaman lautan, di cakrawala nan luas bisa kita lihat di setiap penerbitan NGI. Angka Rp 50.000 jadi tidak berarti apa-apa.

Sesuatu yang ilmiah dan rumit menjadi sangat mudah dipahami oleh pembaca awam, karena disampaikan secara popular. Tsunami dengan gamblang dijelaskan dengan gambar ilustrasi yang detil, dan karena saya membaca NGI saya jadi paham apa itu tsunami.

Selain mengenai alam semesta, NGI juga mengangkat tema-tema sosial dan budaya atau makhluk hidup jaman pra sejarah dulu. Bagaimana kehidupan di suku Badui Dalam, kemajuan China atau pegulat wanita Bolivia, disajikan dengan apik oleh NGI.

NGI saya koleksi dan tertata rapi di lemari perpustakaan saya, termasuk sisipan yang menjadi bonus dalam penerbitannya.

Anak pertama saya, mulai suka membaca NGI apalagi sejak NGI nongol di salah satu adegan film Laskar Pelangi. Ketika tokoh Flo memberikan NGI yang sudah agak lecek kepada Mahar, saat itu Mahar sedang mencari ide untuk tema karnaval 17 agustusan.

Jika saya sudah pensiun nanti, NGI koleksi saya akan menjadi teman dan bisa sebagai bahan untuk bercengkrama dengan cucu-cucu saya.