Nafar lebaran

Paska lebaran kemarin, Mas Suryat memanfaatkan sisa cuti yang diambil untuk melakukan kegiatan nafar lebaran di sebuah pondok pesantren (pontren) yang terletak di Jawa Barat bagian ujung Tenggara. Nafar arti harfiahnya rombongan, sehingga boleh dibilang kepergian Mas Suryat ke sana bersama ketiga temannya, disebut sebagai rombongan (kecil).

Dengan mengendarai Kyai Garuda Seta, mereka berangkat menjelang maghrib berbekal petunjuk arah Google Maps. Tengah malam telah sempurna, ketika mereka sampai di Pontren dan langsung menuju barak untuk beristirahat.

Pontren yang terletak di Desa Kalangsari itu cukup sepi, sebab para santri pada mengambil cuti lebaran pulang ke kampung masing-masing. Mas Suryat dan ketiga temannya menjadi santri dadakan, memanfaatkan “libur” Pontren yang biasanya padat dengan jadwal kegiatannya itu.

***

Sepuluh menit menjelang subuh, mereka dibangunkan untuk bersama-sama menuju masjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Shalat subuh dipimpin langsung oleh Abah, pimpinan tertinggi Pontren.

Setelah shalat subuh, para peserta nafar masih tetap berada di dalam masjid untuk mendapatkan informasi kegiatan nafar yang akan dilakukan 3N4D tersebut. Peserta nafar ada sekitar 30-an orang, kebanyakan mereka adalah para pegawai swasta dan profesional bermacam profesi yang usianya kisaran 45 tahun ke atas.

Tujuan utama kegiatan nafar ‘meninggalkan sementara’ kesenangan dunia, salah satunya NO HP (dan tentu saja perangkat digital lainnya). Kebetulan sekali, HP-nya Mas Suryat sedang ngadat sehingga peraturan tanpa HP selama kegiatan nafar cukup melegakan. Dan ternyata, tiga malam-empat hari tanpa HP dan internet, dunia tidak kiamat!

Kegiatan nafar lebih banyak kepada pengabdian kepada masyarakat yang berada di sekitar Pontren. Jumlah dana yang sebelumnya dikumpulkan oleh peserta nafar betul-betul dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat, seperti menambah modal kegiatan perekonomian warga (seperti warung) atau pembelian bibit ikan/tanaman pagi para petani.

***

Di sekitar Pontren terdapat warga yang berprofesi sebagai tukang cukur. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mas Suryat untuk memotong rambutnya yang mulai ‘lebat’. Hmm, rapi juga hasil potongan tukang cukur ‘kampung’ ini. Dari hasil ngobrol dengannya, Mas Suryat jadi tahu ternyata anak-anak kampung Kalangsari banyak sekali yang merantau ke kota besar untuk menjadi tukang cukur. Sebagian besar dari mereka belajar memotong rambut darinya.

Rasa pegal-linu sepulang mudik kemarin yang dirasakan oleh Mas Suryat, mendapatkan obat jitu di samping masjid Pontren. Di sana ada satu pengurus masjid yang merangkap jadi terapis pijat refleksi sekaligus bekam.

Pulang dari Kalangsari, Mas Suryat segar lahir dan batin.