Mulanya tidak bisa

Seorang bayi secara naluri akan menthil ke ibunya saat ia kelaparan atawa kehausan. Hanya itu yang ia bisa. Seiring berjalannya waktu, ia mulai mengeja sepatah-dua kata, belajar merangkak dan akhirnya bisa berjalan sempurna dengan kedua kakinya.

Ketika umurnya sudah cukup, ia – yang dulu berujud bayi itu – mengenakan seragam sekolah. Ia belum bisa membaca kata-kata. Jangankan membaca, membedakan abjad saja ia belum bisa. Lalu, oleh gurunya ia diperkenalkan huruf-huruf kemudian merangkainya menjadi kata dan kalimat. Karena ia belajar maka ia mampu membaca.

Kelak ia dapat membedakan dengan baik arti antara kata menghunus dan mencabut.

Di dalam dunia kerja pun demikian. Banyak perusahaan yang mencari karyawan yang benar-benar fresh lulus dari sekolah tanpa mensyaratkan pengalaman kerja. Mereka – perusahaan itu – akan mendidik atawa memberikan training karyawan tersebut sesuai jenis pekerjaan yang dibutuhkan perusahaan itu. Tak heran, jika ada sarjana teknik menjadi manajer akunting atawa sarjana geografi mengurusi perizinan perusahaan.

Kadang juga ada manajer yang jeli melihat potensi yang terpendam pada anak buahnya. Bayangkan saja, ada seorang anggota Satpam yang tiba-tiba saja dihunus dari kesatuannya, lalu ia dimutasikan pada sebuah departemen perancanaan. O, rupanya anggota Satpam tersebut punya keahlian di bidang arsitektur. Ia berkembang hingga kini.

Mutasi di dalam perusahaan adalah hal yang biasa meskipun dengan berbagai macam alasan di balik proses mutasi tersebut: karena perasaan suka nggak suka atawa memang kebutuhan yang mendesak karena adanya kosong jabatan. Apapun alasannya, kalau tempat yang baru tersebut lebih enak apa salahnya kalau kita mulai belajar hal-hal yang baru.

Kalau ternyata nggak enak bagaimana? Hal ini perlu tinjauan lebih detil lagi. Nggak enak disebabkan oleh apa? Faktor perasaan berapa persen telah menguasai hati dan fikiran kita sehingga kita merasa tidak enak di posisi yang baru. Atawa disebabkan oleh faktor lingkungan kerja?

Alah bisa karena biasa.

untuk renungan yang mau resign