Pagelaran drama kolosal anak negeri yang melibatkan pemain jutaan orang itu berjudul mudik lebaran. Pertunjukan tersebut diselenggarakan saban tahun, menampilkan banyak sekali pemeran utama, pemeran pembantu, pemeran pendukung, kaum penggembira atawa tim hore, tetapi tanpa adanya sutradara. Pagelaran berjalan begitu saja apa adanya, karena skenario utama drama tersebut adalah para pemain harus bergerak menuju kampung halamannya masing-masing.
~oOo~
Datangnya musim mudik disambut suka-cita oleh banyak kalangan, tak hanya para pemain drama mudik, namun juga para kru drama tersebut. Salah satunya kru yang menangani transportasi. Pejabat yang berwenang memperbaiki jalur mudik akan leluasa melakukan kong-kalikong dengan para kontraktor pelaksana. Perbaikan infrastruktur akan dilakukan sebagai tindakan darurat yang harus diselesaikan H-10 sebelum musim mudik tiba. Tak heran, perbaikan infrastruktur akan dilaksanakan secara terburu-buru dan ini yang menyenangkan: tanpa audit! Kalau infrastruktur rusak gampang bikin alasan. Bukan karena kualitasnya yang di bawah standar, tetapi terlalu banyak kendaraan yang melewati jalur mudik sehingga rusak lagi. Horeee, tahun depan bakal ada proyek lagi!
~oOo~
Aparat Bhayangkari Negeri tak kalah sibuknya. Apel besar digelar dan sebuah operasi bersandi Ketupat segera disosialisasikan kepada semua anggotanya. Di momen inilah aparat Bhayangkari Negeri bakal menuai pahala yang sangat banyak, benar-benar pahala dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka dituntut bekerja secara ikhlas lahir batin demi tertibnya pagelaran drama kolosal. Sepanjang pertunjukan drama kolosal itu, mereka meniadakan Tilang, yang ada hanya tindakan pengarahan dan membantu kelancaran pemain drama dalam bergerak. Di balik alasan Tilang yang selama ini terjadi sarat dengan perbuatan tercela: suap-menyuap! Bukankah menghindari suap-menyuap bakal mendapatkan ganjaran pahala?
~oOo~
Drama kolosal mudik seperti prajurit Mataram yang pulang dari medan peperangan. Mereka berjuang menaklukkan musuh, meskipun tubuh penuh luka mereka pulang membawa kemenangan. Mereka rindu dan berbakti pada leluhur, maka mereka bergembira menuju pulang. Nanti, mereka akan berkisah tentang heroisme mengalahkan musuh, tentu dengan berbagai macam bumbu penyedap cerita. Saat itu, bumi Mataram hingar-bingar menyambut kedatangan para prajuritnya.
~oOo~
Ribuan sepeda motor meraung-raung memadati jalur mudik. Mayoritas motor masih dalam keadaan kinclong, baru dan dalam masa kredit. Motor menjadi moda transportasi mudik yang multi-guna. Jok diberi ekstensyen dua bilah bambu yang difungsikan sebagai bagasi. Tas dan dus oleh-oleh nangkring di sana. Sangat jarang ditemui satu motor satu penumpang, mungkin sangat nggak efisien karena yang ada satu motor untuk dua orang, tiga orang, bahkan empat orang atawa satu keluarga berencana: ayah-ibu dan dua anaknya.
Angkutan umum Jakarta juga terlihat di antara pemudik: mikrolet dan bajaj. Juga ada mobil bak dimodifikasi dengan terpal, yang penting dapat mengangkut banyak penumpang. Mobil yang berusia tua maupun yang masih ting-ting menambah penuhnya jalur mudik. Mobil-mobil berkonde. Semua serba over kapasitas. Prinsipnya, yang penting terangkut ke kampung halaman. Tak heran, banyak pemudik yang mengabaikan keselamatan dan kenyamanan berkendara.
~oOo~
Warung-warung dadakan di sepanjang jalur mudik tak sepi pembeli. Apa pun yang dijual, pasti laku. Bukankah bulan Ramadhan belum berakhir mas? Mereka pada nggak puasa kah? He…he… maaf, sementara melupakan dulu puasa. Jangan heran, di pagelaran drama kolosal akan terlihat banyak orang yang nggak sabar – padahal sabar salah satu inti puasa – lalu terdengar umpatan-umpatan karena saling ingin mendahului satu sama lainnya. Panasnya terik matari membuat panasnya hati.
~oOo~
Pagelaran drama kolosal mudik belum usai ketika para pemudik disambut pejabat daerah dengan kalungan bunga dan digelarnya karpet merah plus spanduk bertuliskan Selamat datang para Pahlawan. Wajar saja mereka mendapatkan sambutan terhormat macam itu, karena dalam seminggu masa mudik akan terjadi perputaran uang yang luar biasa banyak di tanah kelahiran mereka.
Dari rumah ke rumah akan terdengar cerita kesuksesan para pemudik dalam mengadu untung di negeri seberang dan kisah yang dituturkan itu membuat takjub para penganggur.
Selamat berlebaran, jangan lupa sisakan sedikit tabungan dan optimisme untuk bekal kembali medan perang peruntungan di negeri seberang.