Mudik kapan?

Saban tahun selalu terulang. Minggu ini pada sibuk membereskan berbagai macam pekerjaan sebab minggu depan adalah libur panjang lebaran. Salah satu kesibukannya adalah mempersiapkan parsel lebaran. Untuk siapa? Parsel untuk para relasi bisnis dan tentu saja untuk para birokrat pemerintah yang selama ini mempunyai hubungan baik dalam membantu kelancaran urusan perizinan korporat.

Loh, katanya zaman sekarang nggak boleh lagi main kirim-kiriman parsel untuk pejabat publik, bisa-bisa terkena pasal gratifikasi nggak peduli berapa besar nilai parsel tersebut. Modus pengirimannya berubah Mas Bro, kalau dulu parsel dikirim ke kantor mereka sekarang dikirim ke rumah mereka atawa pejabat publiknya mengambil sendiri parsel tersebut. Memang betul kalau di pintu pos satpam mereka ditempel kertas ukuran besar bertuliskan: Mohon maaf kami tidak menerima parsel.

Sejak pertengahan minggu lalu, hape saya byar-pet. Sengaja saya matikan, dan pada jam-jam tertentu saya on-kan kembali untuk cek SMS yang masuk. Pada hari-hari mendekati lebaran, ada saja orang ‘luar angkasa’ yang menelpon saya untuk menanyakan THR atawa kiriman parsel. Kalau nelponnya via nomor kantor pripun? O, tenang. Operator sudah dibekali dengan SOP. Sikap yang sama akan dilakukan juga oleh kawan-kawan saya yang biasa berhubungan dengan orang ‘luar angkasa’ tersebut.

Apakah saya tidak menyediakan parsel sama sekali? Ada dan jumlahnya sudah saya hitung dengan cermat. Nilai parselnya sih nggak tinggi-tinggi amat, yang penting isi parselnya buanyak dan meriah. Zaman sekarang kan model parselnya dikardusin. Kardusnya besar, isinya macem-macem: snack untuk anak-anaknya hingga kebutuhan dapur para istrinya.

Arkian, saya ingin ngecek isi SMS yang masuk ke hape. Begitu hape saya on-kan, beberapa detik kemudian terdengar nada panggilan. Saya lihat sebuah nama di layar hape.

Hah?!

Saya kenal betul orang ini, jabatannya setara dewa di kahyangan sana. Bahkan semua orang mengenalnya, sebab ia gemar betul memasang gambar dirinya di spanduk atawa baliho besar.

Mas, mudiknya kapan?

Tanggal 4 nanti kang.

Ada waktu nggak, ntar saya ke kantor Mas.

Boleh.

Maka saya konfirmasi ke kawan-kawan apakah mereka juga mendapatkan telpon dari orang yang jabatannya setara dewa tersebut. Iya, siapkan saja satu paket parsel karena beliaunya ingin mengambilnya sendiri, kata salah satu kawan saya di ujung telepon.