Mubaligh Two in One

Beberapa hari belakangan, ada kehebohan berita tentang seorang pendakwah yang mengunci kepala operator sound system dengan kakinya, gara-gara ia nyetel volume pelantang suara nggak sesuai dengan keinginan sang pendakwah. Aksi ini dilakukan di atas panggung, disaksikan oleh banyak pasang mata, dari anak-anak hingga orang tua.

Peristiwa ini mengingatkan saya pada sebuah humor tentang seorang Mubaligh yang punya pekerjaan sambilan menyewakan pelantang suara.

~oOo~

Ada seorang mubaligh, namanya Rasyidi. Di samping mubaligh ia punya pekerjaan sambilan, menyewakan pengeras suara. Kalau ingin praktis bisa mengundang Kiai Rasyidi mengisi pengajian sekaligus menyewa pengeras suaranya. Katakanlah paket two in one.

Suatu hari mubaligh kita ini sedang di atas mimbar dalam acara isra mikraj. Ia menguraikan perjalanan Kanjeng Nabi mikraj ke langit lapis tujuh. Sambil berbicara, ia melirik anak kecil yang main-main dengan mesin pengeras suaranya. Maka beliau pun menyempatkan untuk memperingatkan anak-anak itu.

“Nak, jangan dibuat main-main, rusak nanti. Suaranya berubah nanti,” teriak kiai kita ini memperingatkan.

Habis begitu, beliau pun melanjutkan.

“Saya lanjutkan. Setelah sampai langit ke tujuh maka…” ceramah terputus. “Lho, dibilang jangan main-main, ayo pergi dari situ,” demikianlah untuk kedua kalinya kiai kita ini kembali memperingatkan anak kecil itu di tengah ceramahnya.

Begitulah tiba-tiba suara loud speaker bengung “ngoeng”. Mubaligh kita pun lalu teriak.

“Saya bilang apa….,” lanjut Kiai Rasyidi sambil turun dari podium memperbaiki mesin speaker-nya.

Setelah beres, beliau naik kembali.

“Para hadirin, maaf ini tadi ada kesalahan teknis. Sampai langit berapa tadi?”

~oOo~

Humor di atas saya temukan di buku Tawashow di Pesantren (LKiS Yogyakarta, Cetakan 2 – Maret 2000) yang disusun oleh Akhmad Fikri AF.