Judul Buku : Misteri-misteri Terbesar Indonesia Jilid 1 & 2 • Penulis : Haris Firdaus • Penerbit : Katta, 2008 & 2009 • Tebal : Jilid 1 = 163 hal, Jilid 2 = 191 hal
Nusantara, negeri yang terdiri dari ribuan pulau ini sejak berabad lalu sudah ada peradaban yang cukup maju. Salah satu catatan yang paling lengkap yang mendokumentasikan salah satu sejarah peradaban di bumi nusantara ini adalah buku History of Java karya Thomas Stamford Raffles. Tak diragukan lagi, buku The History of Java telah menjadi salah satu sumber sejarah paling penting untuk mengetahui kehidupan masyarakat Jawa di masa lalu. Buku ini ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, seorang administratur kelahiran Inggris, yang sangat terobsesi untuk merekam eksotisme dunia Jawa yang penuh dengan keragaman serta keunikan geografis dan budaya.
Saya tidak bermaksud membandingkan buku History of Java tersebut dengan buku Misteri-misteri Terbesar Indonesia (MTI), di mana cover buku ini mengingatkan saya akan cover Majalah National Geographic, tetapi saya memberikan apresiasi kepada Haris Firdaus – penulis buku MTI ini, yang mengumpulkan data sejumlah fenomena yang menjadi misteri di Indonesia. Tentunya, diharapkan buku MTI bisa melengkapi kekayaan nusantara yang telah terdokumentasikan dalam bentuk buku seperti History of Java. Seperti yang disampaikan dalam Bab Pengantar, penulis berusaha merangkai sejumlah data “ensiklopedik” dengan perangkat pengisahan yang terinspirasikan dari berbagai bentuk tulisan.
Membaca buku MTI tidak membosankan, seperti layaknya menikmati novel. Saya mendapatkan banyak kejutan berupa informasi yang selama ini tidak banyak dikonsumsi khalayak. Bisa jadi, Anda pun demikian. Nama-nama yang sangat familiar di telinga kita, semacam Krakatau, Danau Toba, Sangiran, Dieng, Candi Borobudur dan masih banyak lagi ternyata masing-masing mempunyai misteri yang menyelimutinya. Terlepas itu mitos atau bisa dikaji secara ilmiah. Sebagai contoh dalam Bab Kelimutu dan Warna-warni yang Misterius :
Danau Kelimutu terdiri dari tiga bagian dengan tiga warna berbeda yang secara rutin mengalami pergantian. Pada awalnya warna tiga danau itu adalah merah, biru dan putih. Danau yang berwarna merah oleh masyarakat setempat disebut sebagai Tiwu Ata Polo, yang berarti orang “Danau Tukang Tenung”. Tiwu Ata Polo merupakan tempat bersemayam arwah orang-orang yang semasa hidupnya melakukan kejahatan atau tenung.
Danau berwarna biru disebut sebagai Tiwu Nu’a Muri Koo Fai yang memiliki arti “Danau Muda-Mudi”. Danau tersebut dipercaya merupakan tempat kembali bagi arwah muda-mudi yang telah meninggal dunia. Sedangkan danau terakhir, yang berwarna putih bernama Tiwu Ata Mbupu, yang artinya “Danau Orang Tua”. Sesuai namanya, danau ini diyakini sebagai Kawasan bersemayam roh-roh orang tua yang telah menemui ajalnya. (MTI Jilid 1 hal 81)
Ada satu informasi yang sangat penting di bidang arkeologi, seperti yang disebutkan dalam MTI Jilid 2 hal 167 :
Penemuan Situs Batujaya meruntuhkan banyak asumsi mapan dalam arkeologi di Indonesia. Penemuannya telah dianugerahi gelar yang kedengaran sangat luar biasa : Penemuan Arkeologi Terbesar di Asia Selama 50 tahun Terakhir.
Di mana sih Situs Batujaya ini berada? Jawabnya ada di Karawang, di mana saya tinggal di kota ini. Batujaya adalah nama salah satu kecamatan di Kabupaten Karawang. Haris Firdaus, yang beberapa kali meninggalkan komengnya di blog ini, cukup detil memaparkan Situs Batujaya ini seperti interaksi yang unik antara tiga agama : Islam-Hindu-Budha, proses penemuan Situs, dan sebagainya. Penemuan Situs Batujaya ini, telah menggugurkan sejumlah asumsi mapan perkembangan arkeologi di Indonesia, misalnya asumsi bahwa Jawa Barat merupakan wilayah “miskin candi”. Selama ini Jawa Barat hanya dikenal adanya Candi Cangkuang di Leles Garut. Batujaya bahkan siap dinobatkan sebagai kompleks candi dengan pangkat terhormat sebagai “Kompleks Candi Tertua di Indonesia”.
Saya ada sedikit kritik mengenai kedua buku MTI ini, meskipun di dalam pengantarnya penulis sudah menyebutkan bahwa sumber utama pengambilan data dari internet, tetapi alangkah baiknya buku ini dilengkapi dengan Daftar Pustaka. Selain itu juga masih banyak terjadi salah ketik. Kalau Anda suka mengoleksi ensiklopedi, buku MTI ini bisa dipajang di Ruang Buku pribadi Anda.