Merindukan Pak Harto

Kemarin Indo Barometer melakukan survei yang menunjukkan Soeharto sebagai presiden yang paling disukai responden. Menurut saya, hasil survei tersebut tidak mengejutkan, jika yang menjadi responden adalah rakyat kebanyakan, seumuran saya atawa lebih. Pada obrolan a la warung kopi, saya sering mendengar orang berbicara lebih enak di jaman Pak Harto: apa-apa murah harganya.

Pertanyaan yang saya sendiri tidak tahu jawabnya adalah apakah dengan demikian rakyat menginginkan pemerintahan sekarang kembali ke sistem yang oleh sebagian kalangan dinilai otoriter dan diktator? Tapi, otoriter atawa diktator untuk hidup berbangsa dan bernegara yang  baik ada nggak ya? Lalu, memilih jalan reformasi apakah bisa dinilai sebagai pilihan yang buruk? Embuh!

Tahun 2002 lalu, saya mengirimkan sebuah tulisan ringan ke Majalah Tempo mengenai kerinduan pada suasana Orde Baru (xixixi… sudah berlalu selama 13 tahun kok masih saja disebut baru ya?). 

Merindukan Suasana Orde Baru
SAYA lahir ketika rezim Orde Baru berumur 1 tahun. Praktis ketika saya mulai menghirup udara ini sampai dengan tumbangnya Presiden Soeharto tahun 1998, warna kehidupan yang saya rasakan adalah suasana zaman Orde Baru. Pada zaman itu, banyak sekolah Inpres yang didirikan lengkap dengan buku pe-lajaran (paket) cetakan Balai Pustaka yang pemakaiannya masih dapat diwariskan ke adik-adik saya. Pembangunan jalan dan jembatan terlihat di mana-mana. Petani dan nelayan diaktifkan dalam kegiatan Kelompencapir. Bahkan Indonesia pernah berswasembada beras, ibu-ibu di desa rajin mengadakan kegiatan PKK, dan para politisi bicara santun, tidak saling menjatuhkan teman, tidak ada perkelahian antarwarga negara dan umat beragama. Bukannya saya mengagungkan Orde Baru, tapi paling tidak keberhasilan pembangunan yang dicapai harus kita beri apresiasi. Kini zaman telah berubah. Semua orang berbuat sekehendak hati dengan dalih reformasi. Pergi ke luar rumah dengan perasaan waswas, belanja di pasar uang tak cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mengenai KKN pejabat kita, itu tak kalah hebat dan lihai dibandingkan dengan Orde Baru dulu. Lalu, apa bedanya? Saya bukan pejabat, hanya rakyat biasa yang ingin hidup tenang dan nyaman dengan perut kenyang. (TEMPO, 08 April 2002)

Dalam rilis hasil survei kemarin, Indo Barometer mengatakan Soeharto adalah presiden yang paling disukai publik (36,5%), disusul Susilo Bambang Yudhoyono (20,9%), dan Soekarno (9,8%). Soeharto juga dianggap 1200 responden di 33 provinsi paling berhasil (40,5%), disusul Yudhoyono (21,9%), dan Soekarno (8,9%).

Santai sajalah menyikapi hasil survei tersebut. Terlepas Pak Harto banyak sisi buruknya, tetapi ia punya ketegasan, berani mengambil keputusan dan mempunyai visi/ misi pembangunan yang jelas dan terstruktur.

Hidup Repelita!