Menyentuh Ka’bah

Mereka berjalan beriringan ketika memasuki Masjidil Haram. Sesekali sang ayah membetulkan posisi kain ihram ke pundaknya karena tangannya menggandeng kedua anaknya, perempuan dan laki-laki. Mereka berjalan bergegas agar cepat sampai di tempat tawaf.

“Itulah Ka’bah yang agung itu, nak! Mari kita tengadahkan tangan untuk berdoa ketika melihat Ka’bah.” ujar sang ayah terdengar gemetar. Rasa haru menyelimuti hatinya. “Kita duduk bersimpuh sejenak,” lanjutnya.

Rombongan kecil jamaah umrah itu duduk bersimpuh di hadapan Ka’bah, mata mereka tak lepas dari pandangan bangunan kubus yang terselimuti kain hitam yang berdiri kokoh di depan mereka yang tak pernah berhenti dikelilingi ribuan orang yang melakukan tawaf.

“Aku kira Ka’bah ada di luar di dekat gunung, ternyata ada di dalam Masjidil Haram,” tukas anak perempuannya.

“Mari kita ucapkan syukur kepada Gusti Allah karena kita telah sampai di rumah-Nya,” kata ustadz yang membimbing mereka.

Entah apa yang ada di perasaan masing-masing orang, rombongan kecil jamaah itu mulai berurai air mata. Sang ustadz membiarkan jamaah larut dalam keharuan mereka barang sejenak sebelum ritual tawaf mereka mulai.

~oOo~

Dengan langkah kecil mereka berjalan ke arah sudut Hajar Aswad, tempat di mana dimulainya tawaf. Mereka akan berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali berlawanan arah jarum jam, dengan patokan hitungan di sudut Hajar Aswad tadi.

Bismilaahi wallahu akbar

Keluarga kecil itu mulai melangkah menjauhi Hajar Aswad. Ayah dan ibu mengapit kedua putri-putranya. Mereka membuka buku kecil kumpulan doa yang dikalungkan di leher mereka.

“Aku berdoa apa, Yah?” tanya anak lelakinya. Ia kebingunan halaman berapa yang mesti ia baca.

“Adik berdoa apa saja, pasti didengar oleh Gusti Allah. Baca fatehah atawa kulhu juga nggak apa-apa kok,” hibur sang ayah.

“Kenapa si adik, Yah?” tanya ibu.

“Ia bingung mau baca doa apa… ayah bilang baca fatehah atawa kulhu juga boleh,” jawab ayah.

Ribuan orang mengitari Ka’bah. Teratur. Segala doa ada di sana. Sungguh menggetarkan jiwa siapa saja yang mendengar. Sungguh akan mempertebal keimanan bagi siapapun yang turut serta dalam berthawaf.

Enam putaran sudah mereka jalani.

“Ayah, aku ingin menyentuh Ka’bah,” pinta anak perempuannya.

Sang ayah menggiring keluarga kecil itu mendekati Hijir Ismail. Lalu menyusuri dindingnya hingga tiba di Rukun Yamani (sudut Ka’bah yang menghadap ke arah Yaman). Mereka berhasil menyentuh Ka’bah dan berdiam sesaat dan berdoa di tempat itu, yang kebetulan tidak begitu ramai jamaah yang berada di sana. Lain halnya dengan sudut Ka’bah tempat di mana Hajar Aswad berada.

Mereka akan segera menyelesaikan putaran terakhir. Karena tak dapat menyentuh Hajar Aswad, setiap melintasi sudut itu para jamaah melambaikan tangan dan menghadapkan wajahnya ke arah Hajar Aswad.

Keluarga kecil itu pun mencari tempat yang menghadap ke pintu Ka’bah untuk melakukan shalat sunnah selesai tawaf. Lalu duduk bersimpuh menderaskan doa-doa. Tubuh mereka kembali segar bugar setelah meminum seteguk-dua air zam-zam yang mereka ambil tak jauh dari tempat mereka shalat tadi.

Kini, mereka berjalan ke arah bukit Shafa dan Marwah, untuk melaksanakan ritual sa’i.