Menurunkan level gaya hidup

20140330_141524Beberapa kali saya menuliskan tentang gaya hidup golongan kelas menengah yang jumlahnya meningkat sangat drastis di Indonesia. Baru saja saya kembali dari makan siang bersama salah satu kolega yang sedang pusing karena turunnya angka produksi di pabriknya.

Kawan saya itu bekerja di perusahaan otomotif besar. Produk unggulannya sementara kalah bersaing dengan produk baru. Konsumen Indonesia sedang senang-senangnya dengan mobil keluaran terbaru tersebut. Hampir 30% pangsa pasar mobil sejenis diambil oleh produk baru yang iklannya ada di mana-mana itu.

Dengan terpaksa perusahaan tempat kawan bekerja mengerem produksi, akibatnya karyawan yang biasa mendapatkan tambahan gaji dari lembur hanya bekerja dengan shift normal (8 jam sehari). Situasi seperti itu paling tidak hingga lepas lebaran nanti. Dan menjadi pekerjaan kawan saya menjaga semangat kerja para karyawannya.

Arkian, pekerja di bidang otomotif mempunyai standar gaji paling tinggi di antara sektor usaha lainnya. Untuk level operator saja, upah yang dibawa pulang kisaran 1,5 kali UMK. Nah, jika ditambah lembur jumlahnya bisa berkali-kali lipat.

Karena mempunyai gaji yang relatif tinggi gaya hidup mereka pun berubah. Makan di warteg mereka tinggalkan. Saban sabtu-minggu punya kegiatan baru: ngemall. Mereka juga mulai mencicil motor, dan bagi yang punya motor ingin berganti mobil. Bagi yang sudah punya mobil, ingin menambah satu lagi. Pun dengan kebutuhan papan. Biasanya ngekos, mulai ambil kreditan rumah. Sudah punya rumah pengin punya rumah kedua dan seterusnya. Belum  lagi gonta-ganti gadget terbaru. Dsb. Dsb.

Bisa dibayangkan bagaimana jika akhir bulan ini mereka tak menerima gaji sebanyak sebelumnya dan itu akan berlangsung berbulan-bulan ke depan.

Tak mudah bagi kawan saya untuk memberikan pencerahan kepada para karyawannya bagaimana untuk sementara (dan kalau mungkin seterusnya) belajar menurunkan level gaya hidupnya. Ia sendiri akan memberikan contoh. Ia yang saban hari nggak makan siang di kantin pabrik, mulai minggu kemarin (paling tidak seminggu tiga kali) makan siang di pabrik. Ia juga menyebarkan virus menurunkan level gaya hidup kepada semua manager.

Saya jadi belajar dari cerita kawan saya itu. Rasanya saya masih akan sanggup menurunkan level gaya hidup saya satu atau dua tingkat lagi, agar celengan ayam saya cepat penuh terutama pos anggaran pendidikan bagi anak-anak saya.