Menepati janji

Kisah ini terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab.

Pada suatu ketika ada seorang pemuda mendapatkan vonis hukum qishash, karena ia telah membunuh sesama muslim. Sebelum vonis dilaksanakan ia meminta izin kepada Khalifah untuk pulang ke kampung halamannya untuk menyelesaikan suatu urusan dan berpamitan dengan sanak kadangnya. Khalifah memberikan izin namun dengan satu syarat ada seseorang yang dapat menjamin perkataan pemuda itu. Nekjika pemuda tersebut tidak kembali, maka orang yang menjamin tersebutlah yang akan menjalani hukum qishash.

Setelah sekian lama tak seorang pun mau menjadi jaminan sang pemuda. Namun, tak diduga oleh siapa pun juga datanglah Abu Dzar al-Ghifari salah seorang sahabat Kanjeng Nabi. Ia mengajukan diri sebagai jaminan. Meskipun awalnya Khalifah terkejut dengan tindakan Abu Dzar tersebut, tetapi akhirnya dibuat juga suatu perjanjian yang ditandatangani oleh Abu Dzar dan pemuda itu. Dalam perjanjian tersebut, pemuda itu diberikan waktu selama tujuh hari.

~oOo~

Tujuh hari berlalu sudah, tetapi pemuda tersebut tak kelihatan juga. Sebentar lagi hukum qishash dilaksanakan. Orang-orang yang mendatangi tempat hukuman mulai gelisah dan menyayangkan salah seorang sahabat Kanjeng Nabi harus mati secara qishash. Sebagian yang lain mulai menangis karena kelewat sayangnya kepada Abu Dzar. Di antara kerumunan orang hadir pula keluarga korban yang tewas dibunuh oleh sang pemuda.

Semua mata menatap pada sebuah kepulan debu yang datang dari kejauhan. Banyak orang menahan nafas berharap sang pemuda yang datang. Dan benar saja. Pemuda tersebut datang menepati janjinya. Pemuda itu langsung menghadap Khalifah dan menyalami Abu Dzar.

“Wahai pemuda, aku sangat terkesan dengan sikapmu dalam menepati janji. Padahal bisa saja kamu melarikan diri saat Khalifah mengizinkanmu kembali kampung halamanmu, lalu kamu bersembunyi di suatu tempat yang tak diketahui oleh orang lain. Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu menepati janji?” tanya Abu Dzar.

Pemuda itu menjawab, “Begini Abu Dzar. Benar, aku bisa melarikan diri dan bersembunyi dan terbebas dari hukuman. Tetapi aku akan sangat malu jika dalam sejarah nanti tergores sebuah kisah ada seorang pemuda muslim yang ingkar janji untuk kepentingan dirinya sendiri dan tak mau menjaga diri sebagai muslim. Kalau pun aku bersembunyi dan tak seorang pun yang melihatku, bukankah Allah Maha Melihat? Sebelum hukum qishash ini dilaksanakan aku ingin meminta maaf kepada keluarga korban sebagai tanda penyesalanku telah membunuh bapak mereka.”

Tak dinyana oleh siapa pun yang hadir di sana, putra tertua si korban pembunuhan mendekati si pemuda dan berkata, “Aku mewakili keluarga korban telah memaafkan kamu. Kami pun akan malu jika dalam sejarah nanti tergores sebuah kisah ada seorang muslim yang tak mau memaafkan muslim yang lain!”

Maka hukum qishash tersebut dibatalkan, si pemuda terbebas dari hukuman karena ia menepati janjinya.