Menangkap Drupada

Lakon ini sebagai sambungan dari Drona Menuntut Balas Budi.

Balairung kerajaan Pancala sangat sepi di hari Sabtu, sebab merupakan hari libur kerajaan. Tak ada pasewakan agung yang diselenggarakan oleh protokol istana. Pada hari Sabtu seperti itulah, raja Drupada bisa berduaan dengan permaisuri tercintanya yang bernama Dyah Gandawati.

Mereka berdua duduk di dekat taman. Mereka sedang menikmati indahnya pagi menjelang siang.

“Diajeng, sudah sepuluh tahun usia perkawinan kita dewata agung belum juga memberikan anugerah momongan kepada kita. Aku kuatir Pancala tidak ada yang mewarisi dari anak keturunan kita. Bagaimana pendapatmu?”

Dyah Gandawati menarik nafas dalam-dalam. Ia bingung harus menjawab apa.

“Mas Sucitra tentu masih ingat usulan saya, bukan?”

“Usulan yang mana diajeng?”

“Mas Sucitra silakan mengangkat selir. Saya rela dimadu.”

“Tidak diajeng. Kamulah satu-satunya istri yang sangat aku sayangi.”

Drupada yang mempunyai nama muda Sucitra itu beranjak dari kursinya dan memeluk erat Dyah Gandawati. Lalu ia membisikkan kalimatnya.

“Nanti kita minta petunjuk kepada para brahmana waskita bagaimana supaya kita mendapatkan putra.”

Hati Dyah Gandawati merasa sangat tenteram.

***

Belum juga Drupada melepaskan pelukannya pada Gandawati, datang seorang prajurit menemuinya. Prajurit itu mengabarkan berita penting: kerajaan Pancala kedatangan musuh!

Raja Drupada bergegas mempersiapkan prajurit kerajaan dari berbagai kesatuan. Sangat cepat dan tepat. Para prajurit tangguh Pancala telah siaga menghadapi musuh.

Dari arah selatan alun-alun datang seratusan prajurit musuh. Mereka mengobrak-abrik apa pun yang dilewatinya. Ya, mereka adalah murid-murid Drona yang tergabung dalam klan Kurawa yang dipimpin oleh Duryodana. Terjadi bentrok pasukan Pancala dan Kurawa.

Raja Drupada sangat geram oleh serangan yang mendadak itu. Maka, ia turun gelanggang sendiri. Ia tak mau harga diri Pancala diinjak-injak musuh. Ia menerjang ke arah Kurawa, hingga akhirnya ia berhadapan dengan Duryodana.

“Hai kalian… pergilah dari Pancala sebelum aku menghancurleburkan kalian semua!”

Hati Duryodana keder juga mendengar ancaman Drupada. Ia memberi kode kepada Dursanana supaya bersama dengannya melawan Drupada. Dua lawan satu.

Duryodana dan Dursasana terdesak. Dengan mudah Drupada mengalahkan keduanya. Untuk menghindari kematian, Duryodana memerintahkan pasukannya mundur dan kembali ke Hastinapura.

***

Drupada memerintahkan prajuritnya untuk tetap siaga, siapa tahu masih ada serangan dadakan. Benar saja dugaan Drupada. Hanya saja ia terkejut, sebab pasukan yang datang hanya lima orang saja.

“Wahai raja Drupada, menyerahlah. Kami akan membawamu ke hadapan guru kami.”

“Siapa kamu anak muda yang berani melawanku?”

“Saya adalah Yudhistira, sulung dari Pandawa. Kalau panjenengan melawan, terpaksa kami akan melumpuhkan prajurit Pancala!”

Terjadilah pertempuran seru. Tetapi anehnya, Pandawa tak mau melukai para prajurit Pancala. Tak memerlukan waktu yang lama, para prajurit Pancala kocar-kacir dan tinggal Drupada di tengah arena.

Arjuna maju ke arah Drupada. Mata mereka saling memancarkan kebencian. Duel pun terjadilah.

Drupada mengaku kalah dan bersedia diikat dan dibawa ke hadapan Drona.