Mempertahankan Harga Diri

Tanpa diduga oleh Drona, Ekalaya segera meloloskan pisau belati yang ada di pinggangnya dan memotong ibu jari tangan kanannya. Cres!! Kemudian, ia memberikan potongan ibu jarinya itu kepada Mahaguru Drona.

Tanda bakti Ekalaya kepada gurunya

Drona segera berlalu dari hadapan Ekalaya yang dari bekas lukanya masih meneteskan darah. Potongan ibu jari Ekalaya ia bungkus dengan kain kemudian ia gantungkan pada ikat pinggangnya.

Demikianlah, siasat licik dilaksanakan dengan gemilang oleh Drona. Dengan kehilangan ibu jari tangan kanan, ia berharap Ekalaya tak mampu lagi memainkan busur dan anak panah secara sempurna, sehingga tak akan ada lagi manusia di bumi ini yang bisa mengalahkan Arjuna.

Ketika sampai di Hastinapura, ia tunjukkan potongan ibu jari itu kepada Arjuna, murid kesayangannya. Arjuna girang bukan main, sebab kini tak ada lagi orang yang mampu menandinginya dalam ilmu perpanahan.

Potongan ibu jari Ekalaya diserahkan kepada Arjuna lalu mengamatinya. Sebuah bentuk ibu jari yang aneh karena di bawah ruasnya dilingkari cincin yang menyatu dengan kulit ibu jari. Itulah cincin Mustika Ampal milik Ekalaya pemberian Dewa Wisnu. Tiba-tiba ibu jari itu bergerak, dan menempel di ibu jari tangan kanan Arjuna.

Dua ibu jari itu menyatu. Kini, tangan kanan Arjuna mempunyai enam jari.

***

Karena telah merasa menjadi jagoan panah paling hebat, ia segera menemui Ekalaya untuk diajaknya perang tanding adu ilmu panah. Aswatama – anak Mahaguru Drona – mengingatkan Arjuna kalau perbuatannya itu tak elok yakni telah merendahkan martabatnya sebagai seorang ksatria. Arjuna tak peduli, ia ingin membalas dendam atas kekalahan tempo hari dan yang paling penting ia akan mempersunting Anggraeni jika kelak ia menjadi janda Ekalaya.

Maka hari yang ditentukan itu tiba, perang tanding antara Arjuna melawan Ekalaya. Masing-masing telah menempati posisinya. Satu per satu anak panah melesat ke arah tubuh yang mematikan. Dalam hati, Arjuna memuji ketangkasan Ekalaya memainkan busur dan anak panahnya meskipun tanpa ibu jari di tangan kanannya.

Menarik tali busur tanpa ibu jari sungguh merupakan pekerjaan yang sangat menguras tenaganya. Tetapi demi harga diri, Ekalaya tak menghiraukannya. Jemarinya kini telah berdarah-darah. Apalah dayanya, pada panah ke seratus ia tak kuat lagi menarik kekang tali busur.

Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh Arjuna. Sebuah anak panahnya berhasil menancap tepat di jantung Ekalaya. Maka, lelaki yang mempunyai nama kecil Palgunadi itu pun pralaya. Arjuna tersenyum bangga sebab telah mengalahkan Ekalaya.

Dari kejauhan terlihat seorang perempuan berlari ke arah jasad Ekalaya lalu memeluknya erat. Arjuna bermaksud mendekati perempuan itu, tetapi tertahan oleh sebuah hardikan.

“Berhenti di tempatmu, ksatria licik!” teriak perempuan itu.

Arjuna terkesiap. Perempuan itu secepat kilat mencabut anak panah yang menancap di dada Ekalaya dan menghunjamkannya ke dadanya sendiri. Lampus.

Anggraeni lebih bersetia kepada suaminya.