Membeli jabatan

Sampai sekarang saya masih merasa heran tentang jual-beli sebuah jabatan. Apalagi kalau itu jabatan publik, di mana gaji yang diterima oleh pejabat tersebut berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat. Keheranan saya mungkin terasa naif. Barangkali banyak yang berpendapat kalau jual-beli jabatan menjadi kelaziman di tata pemerintahan di berbagai tingkatan.

Seorang kawan pernah bercerita, harga sebuah jabatan tergantung ‘basah tidaknya’ tempat yang ditawarkan atau diminatinya. Sebuah tempat disebut ‘basah’ jika di sana banyak uang yang akan dihasilkan, dan disebut ‘kering’ jika ndak ada uang babar blas.

Masih mengenai cerita kawan saya itu. Ia seorang PNS. Dari segi golongan/pangkat mestinya ia sudah layak menjadi kepala dinas. Apalagi ia selalu berkarier di bidang yang sama, bahkan sejak sebelum era otonomi daerah. Namun, ia menolak diberi jabatan yang lebih tinggi sebab ada embel-embel pembayaran mahar dalam jumlah tertentu oleh sebuah tim kecil. Akibatnya, dalam satu periode kepemimpinan seorang adipati, ia mesti sabar ketika diberi jabatan yang itu-itu saja, sementara kepala dinas dijabat oleh orang-orang yang ndak punya kompeten di bidangnya.

Pada dunia pendidikan tak kalah tragisnya. Untuk menjadi kepala sekolah ternyata juga ndak gratis, kudu bayar sekian puluh juta. Memang sih, setelah menjabat kepsek ia akan cepat menumpuk kekayaan. Setidaknya kalau dulu masih jadi guru biasa ke sekolah naik motor, kalau sudah jadi kepsek cepat sekali punya mobil.

Tak hanya berlaku pada kepala sekolah, pada jabatan kepala-kepala yang lain kebanyakan uang yang berbicara duluan. Ungkapan wani piro dan wani pora akan mewarnai transaksi jual-beli jabatan.

Apa sudah tidak ada tempat lagi bagi orang-orang bersih dan berprestasi untuk menjabat? Tentu saja masih. Selama masih banyak orang yang berprinsip bahwa sebuah jabatan itu amanah, bukan dengan cara membeli jabatan itu, maka kita akan mendapatkan pejabat yang baik.

Sayangnya, untuk sebuah jabatan tertinggi pada sebuah level pemerintahan harus membelinya dari rakyat. Betul-betul membeli dengan uang receh yang kalau dikumpulkan bisa berjumlah milyaran.