Mampir Keraton Kasepuhan Cirebon

Kami keluar dari Kota Demak selepas asar. Karena kondisi badan yang cuapek, di Pemalang nginep semalam. Pas mau masuk Kota Pemalang kena macet karena ada perbaikan jembatan, beruntung dekat dengan mBak Regina. Pagi-pagi setelah sarapan segera memacu Kyai SX4 menuju ke arah barat. Begitu lepas dari Tol Pejagan, kok ada keinginan mampir Kota Cirebon.

Ya, berpuluh kali mudik saya tak pernah melewati Kota Cirebon, lewat tol Palikanci atawa sebelum ada tol ini selalu lewat jalur pinggiran kota. Maka, mumpung matari belum terik benar Kyai SX4 keluar tol via Ciperna ke arah Kota Cirebon. Muter-muter sambil lihat plang yang menunjuk ke arah Keraton. Hmm, ada dua petunjuk yang mengarah ke Keraton Kanoman dan Keraton Kasepuhan.

Jalur pertama ke Keraton Kanoman dengan mengikuti petunjuk arah. Kena macet di sebuah pasar, sementara di sebelah kanan jalan seperti ada gerbang masuk keraton, kebablasan…. mau muter jauh…. Ya sudah, ke Keraton Kasepuhan saja.

Alun-alun depan Keraton Kasepuhan ada keramaian: permainan korsel dan aneka pedagang yang menggelar berbagai macam jualan seperti pakaian, mainan anak-anak dan makanan. Maklum, ini bulan Maulud Nabi ada perayaan Panjang Jimat yang kalau di Keraton Surakarta dan Yogyakarta disebut sebagai Perayaan Sekaten.

Cirebon dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa Barat karena di tempat ini pernah tinggal Sunan Gunung Jati, salah satu anggota Walisanga. Memasuki jalan masuk Keraton Kasepuhan nampak bangunan yang cukup tinggi yang dikelilingi tembok terbuat dari bata merah bentuknya mirip kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati.

Sejarah Cirebon sangat minim saya ketahui, hanya pernah punya gambaran rada gamblang ketika membaca buku Wangsit Prabu Siliwangi. Ada kemiripan dengan kisah yang diceritakan oleh guide keraton kemarin. Keraton Kasepuhan lumayan terawat, di dalamnya bersih dan nyaman dikunjungi. Sayangnya, di mana-mana terserak kotak sumbangan yang entah siapa sebagai pengelola sumbangan tersebut.

Di dalam keraton dapat ditemui keramik-keramik kuno baik dari Tiongkok maupun Belanda, baik berupa piring atawa persegi yang ditempelkan pada tembok sebagai ornamen dinding. Objek yang baru adanya lukisan Prabu Siliwangi yang terlihat tiga dimensi.

Mumpung ada di sekitar keraton, kami juga mengunjungi Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di sebelah Keraton Kasepuhan. Masjid ini diarsiteki oleh Sunan Kalijaga dan dibangun pada tahun 1480. Ada yang unik yakni ruang utama masjid. Untuk menuju ruangan utama terdapat sembilan pintu, yang cara masuknya mesti dengan cara membungkuk, karena kecil dan rendahnya pintu tersebut.

Arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang memadukan gaya Demak, Majapahit, dan Cirebon sendiri. Pada bagian mihrab terdapat ukiran berbentuk bunga teratai, dan terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran Iman, Islam, dan Ihsan. Ubin-ubin tersebut dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.

Meskipun sudah di tanah Cirebon, saya nggak sempat makan sega jamblang, padahal sudah melewati Jl. Cipto Mangunkusumo dan Grage Mall, seperti yang pernah direkomendasikan oleh Raden Seto Rikmo yang tinggal di Puri Lebegede, sebelah selatan Cirebon.