Madinah Kota Cinta

Dan saya tak sabar ingin memijit kaki-kakinya lalu menghiburnya: kalau sudah sembuh, nanti bersama-sama berkunjung ke rumah Kanjeng Nabi. Saya yakin kalau ibu mendengar kalimat tersebut akan timbul semangat sembuhnya. (bagian akhir artikel Dokter Kiriman Tuhan)

Nekjika saya sedang kangen kepada Mekkah dan Madinah, maka saya bisa mengobatinya dengan melihat  kedua Kota Suci itu melalui  tayangan live streaming-nya di sini. Tentunya, Mekkah dengan Masjidil Haram-nya dan Madinah dengan Masjid Nabawi-nya. Dibandingkan dengan Mekkah, menurut saya Madinah lebih “ramah” bagi jamaah haji atau umroh.

Merindu ibu saya tunaikan dengan sering menelponnya. Sayangnya, hari ini saya kalah duluan sebab ibu duluan menelpon saya dan menanyakan kapan saya pulang ke Karanganyar. Kesempatan ini saya pergunakan sebaik-baiknya mengabarkan kapan saya bisa cuti sekaligus menanyakan kesehatannya hari ini.

“Pokoknya ibu kudu rutin ke dokter. Ntar kalau sembuh, nanti kita bersama-sama berkunjung ke rumah Kanjeng Nabi,” saya melontarkan kalimat penghiburan baginya.

Nah, betul saja. Suara ibu terdengar nada kegembiraan. Hal ini memang telah menjadi hutang saya kepada ibu untuk mengajaknya ke Tanah Haram, karena ibu sudah tiga kali ke sana, kepergiannya tanpa saya dampingi. Saya ingin sekali mendampinginya.

Saya membayangkan akan selalu menggandeng tangannya saat berjalan menuju/pulang dari kedua Masjid Agung tersebut, lalu melindunginya dari desakan orang-orang yang sedang bertawaf atau bersa’i. Memang sudah jamak di kedua Kota Suci tersebut, jamaah haji/umroh: suami menggandeng tangan istrinya, orang tua menggandeng tangan anak-anak mereka, kakak menggandeng tangan adiknya, cucu menggandeng tangan kakek/neneknya, anak menggandeng tangan orang tuanya, yang tak bisa berjalan duduk di kursi roda didorong oleh kerabatnya, dan seterusnya. Perilaku mereka melambangkan cinta dan kasih sayang.

“Memang kamu punya uang?” tanyanya.

“Nanti kita minta sama Gusti Allah, Al-Ghaniy – Maha Kaya,” jawab saya mantap.

Ia tertawa riang dan saya bahagia mendengarnya.

Saya akan mengajaknya menikmati nasi kebuli atau burdim di food court sekitaran pintu No. 25 Masjid Nabawi sambil duduk-duduk di bawah pohon kurma menyaksikan orang lalu-lalang pergi/pulang dari masjid atau mengantarnya ke Dates Market di basement Taiba Arac Suites atau membeli aneka oleh-oleh di sana.

Semoga kesampaian.