Ketika sudah masuk tol, saya baru sadar kalau lupa membawa dompet. Hati mendadak resah, bukan saja karena tidak membawa uang. Kalau hanya untuk bayar tol sih masih ada uang gopekan di dashboard. SIM dan STNK ada di dompet tersebut. Mau balik ke rumah dulu untuk ambil dompet tidak sederhana urusannya, karena harus keluar pintu tol terdekat dan itu akan memakan waktu yang lama apalagi setengah jam ke depan saya harus sudah ada di ruang meeting.
Saya mencoba konsentrasi saja, jangan sampai berbuat sesuatu yang memancing mobil patroli polisi jalan tol menghampiri saya dan menilang. Urusan bisa makin berabe. Denda tilangnya akan berlipat-lipat bahkan bisa-bisa dituduh melarikan mobil orang, wong faktanya saya tidak membawa dokumen apapun termasuk KTP.
Akhirnya, sampailah saya ke gerbang tol tujuan. Senyum manis si mbak penjaga gerbang tol tidak mampu meredam keresahan saya.
~oOo~
Kegiatan hari ini seperti menyikat gigi saja. Rutin, tanpa rencana dan refleks. Kalau habis mengerjakan ini, otomatis akan mengerjakan itu. Termasuk saat waktu istirahat, ya otomatis perut minta diisi.
Saya pun makan siang di warung Padang langganan. Nasi plus lauk sudah tersaji di meja saya. Mau menyuapkan nasi ke mulut kok tiba-tiba teringat tidak bawa dompet (ini jelas tanda-tanda fikun-akut). Ya sudah, nanti bilang ke Uda Jo – pemilik warung, saya utang dulu. Situasi seperti ini membuat acara makan siang terasa kurang nikmat, meskipun nasi sepiring ditambah teh botol tandas masuk ke perut.
“Uda, utang dulu ya. Saya lupa bawa dompet!” kata saya sambil mencatat lauk yang saya makan.
“Kalem aja mas,” tukas Uda Jo dari tempat duduknya, tersenyum.
~0Oo~
Di parkiran warung, saya lirik indikator BBM. Masih cukup. Saya hitung uang gopekan di dashboard. Tidak cukup untuk bayar tol pulang kantor nanti. Mesti lewat jalan kampung. Saya berdendang untuk menghibur diri. Tak lama ada SMS masuk.
“Dapatkan kredit tanpa agunan dengan bunga rendah. Hubungi bla.. bla.. bla..”
“Saat ini saya membutuhkan kredit tanpa angsuran!”
Tit.
SMS balasan saya kirim.