Lepis kesayangan saya mereknya Levi Strauss, nomer seri 512 [masih sayang uang kalau mau beli yang 501] ukuran 32. Ia sudah berumur lima tahunan. Buluk, makin enak dan nyaman kalau dipakai. Meskipun saban hari saya bercelana berbahan lepis, celana kesayangan itu cuma saya pakai kalau pas hari Jumat saja. Pas di hari krida tersebut, saya nggak begitu sungkan kalau mau berpakaian agak slengekan dikit. Seringnya, lepis yang ini bablas saya pakai hingga hari Minggu.
Kenapa disebut lepis kesayangan?
Alasan utamanya ya seperti yang saya sebut di depan tadi: enak dan nyaman dipakai. Saking sayangnya, ternyata, saya sangat sering memakainya ke mana-mana. Hal ini saya sadari ketika membuka album foto. Beda momen, beda tempat dan beda waktu, celana lepisnya ya itu -itu saja. Seperti punya celana lepis cuma satu doang.
Arkian, hampir setahun lepis tersebut tersimpan rapi di tumpukan celana paling bawah. Dengan sangat terpaksa saya tak memakainya lagi. Bukan karena sudah sobek atawa rusak, tetapi ukuran 32-nya nggak mampu lagi berkompromi dengan ukuran lingkar perut saya.
Sebetulnya tidak serta merta saya memensiunkan lepis kesayangan itu. Saya masih mengakalinya dengan, misalnya, melepaskan kancing celana untuk memberi kesempatan perut saya yang mulai membuncit tidak tersiksa oleh ketatnya celana. Toh nggak kelihatan juga kalau lepis saya lepas kancingnya, wong baju/kaos nggak saya masukin celana.
Apakah di ukuran perut yang sekarang ini saya punya lepis kesayangan yang lain? Ada. Lepis made in lokal juga, cuma yang sekarang tanpa nomer seri. Saya membelinya bukan yang digantung, namun di tumpukan keranjang. Kalau sudah ditumpuk seperti itu, harganya lumayan murah. Beberapa di antaranya berdiskon 50% + 20%.
Kok pas milih-milih dapat yang uenak dipakai.