Lampu merah dan dzikir

Lampu pengatur lalu lintas yang terdiri dari tiga warna: merah, kuning dan hijau sering disebut sebagai lampu merah saja. Letak atawa posisi lampu merah sering pula menjadi semacam tanda/patokan jika seseorang bertanya mengenai arah tujuan perjalanannya. Misalnya, “Mas, rumah sakit A di mana ya?” Lalu, oleh orang yang ditanya akan dijawab, “O, nanti mas lurus saja. Ketemu lampu merah pertama, belok kiri.”

Dikutip dari Wikipedia, penemu lampu lalu lintas adalah Garrett Augustus Morgan. Awal penemuan ini diawali ketika suatu hari ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda. Kemudian ia berpikir bagaimana cara menemukan suatu pengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif. Sebenarnya ketika itu telah ada sistem perngaturan lalu lintas dengan sinyal stop dan go. Sinyal lampu ini pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu ini tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi. Morgan juga merasa sinyal stop dan go memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya interval waktu bagi pengguna jalan sehingga masih banyak terjadi kecelakaan. Penemuan Morgan ini memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pengaturan lalu lintas, ia menciptakan lampu lalu lintas berbentuk huruf T. Lampu ini terdiri dari tiga lampu, yaitu sinyal stop (ditandai dengan lampu merah), go (lampu hijau), posisi stop (lampu kuning). Lampu kuning inilah yang memberikan interval waktu untuk mulai berjalan atau mulai berhenti. Lampu kuning juga memberi kesempatan untuk berhenti dan berjalan secara perlahan.

Keberadaan lampu merah ini di beberapa kota semakin canggih saja. Ia dilengkapi dengan pengatur waktu digital yang distel secara mundur, misalnya lampu merah menyala selama 120 detik. Dalam hitungan mundur, angka 120 berubah ke angka 119, lalu ke 118 dan seterusnya hingga angka 1 selanjutnya giliran pengatur waktu lampu hijau yang menyala. Di beberapa lokasi, lama nyala lampu hijau jauh lebih pendek daripada lampu merah.

Nah, situasi semacam itu kadang membuat kita mangkel, ketika terhadang lampu merah yang lama, sementara lampu hijau hanya hanya beberapa detik saja. Kendaraan menumpuk di perempatan, jalan pelan-pelan, lalu lampu menyala merah lagi. Hati semakin dongkol ketika kendaraan kita sudah hampir lolos dari lampu hijau, eh lampu merah menyala dan lama lagi!

Sebetulnya, daripada hati dongkol menunggu lampu merah berubah menjadi hijau, mendingan jeda waktu itu untuk berdzikir: subnallah, alhamdulilah, la ilaha illallah, allahu akbar, astagfirullah. Misalnya, dari rumah ke tempat kerja kita melewati 3 lampu merah. Di lampu merah pertama, lampu merah menyala 120 detik, lampu merah kedua 80 detik dan lampu merah ketiga 60 detik. Jadi, di pagi hari  menuju tempat kerja setidaknya kita sudah berdzikir menyebut nama Gusti Allah sebanyak (120+80+60) kali. Pun, nanti ketika pulang kerja menuju ke rumah.

Berangkat dan pulang dari tempat kerja hati menjadi ayem tentrem.