Alkisah, di sebuah hutan yang masih belum disentuh oleh pembalakan liar, nampak seekor Semut yang berjalan menyusuri semak belukar yang tidak begitu tinggi. Ia berhenti sejenak, menikmati indahnya bunga ilalang yang terbuai oleh semilir angin, bergoyang ke kiri dan ke kanan secara beraturan. Cerah sekali siang itu, sehingga sinar perak matahari menambah makin indahnya warna bunga ilalang. Tanpa disadari oleh si Semut, datang seekor Lalat yang hinggap di rerumputan.
“Lu lagi ngapain Mut, kok sepertinya melamun gitu?’ tanya si Lalat mengagetkan Semut.
“Anu, aku lagi menikmati tarian ilalang itu,” jawab si Semut sambil menunjuk ke arah ilalang.
“Kita naik di ujung bunga itu yuk.. main ayun-ayunan!” ajak si Lalat.
Mereka berdua bergegas menuju ilalang. Tetapi belum juga mereka sampai di ilalang, terdengar suara yang mengejutkan mereka, “Gdebuukkk…!!”
“Apa itu??” tanya si Semut. Tak lama kemudian, dengan indera penciuman mereka berdua, diketahui kalau yang jatuh tadi adalah buah nangka matang yang terlepas tangkainya dari pohon.
Bermain ayun-ayunan di bunga ilalang belum juga terlaksana, si Lalat mempunyai ide baru. Ia menantang Semut berlomba mencapai potongan buah nangka yang terjatuh itu.
“Lombanya sekarang?” tanya si Semut.
“La iya lah… masak tahun depan. Harus sekarang. Aku nggak mau kamu menggunakan cara seperti Siput ketika melawan Kancil, dengan mengerahkan kawan-kawannya. Aku nggak bodoh seperti si Kancil dalam kasus ini. Okey bos?” jawab si Lalat yang merasa yakin bisa memenangkan lomba adu cepat.
“Mati gue!!” kata Semut dalam hati. “Gini aja, lomba kita mulai sejam lagi. Kamu coba cari Peri Hutan untuk menjadi jurinya. Setuju?” Semut memberikan usul kepda si Lalat. Mereka pun akhirnya bersepakat.
Lalat segera terbang mencari Peri Hutan, sementara Semut memutar otak bagaimana untuk bisa mencapai buah nangka terlebih dahulu. Ia segera melakukan sesuatu, waktunya hanya satu jam saja. Pertama ia datangi rumah si Burung Hantu, sumber ilmu pengetahuan. Ia ingin mengetahui lebih banyak tentang si Lalat.
“Kamu tahu bukan, Lalat mempunyai dua buah sayap yang menyatu dengan tubuhnya di bagian tengah dan terdiri atas selaput yang sangat tipis yang dipotong oleh beberapa pembuluh darah. Sayapnya bisa digerakkan secara terpisah satu sama lain. Meskipun dikendalikan oleh saraf-saraf di awal saat terbang, otot-otot dan gerakan sayap ini menjadi bergerak sendiri tak lama setelahnya.
Lalat bisa menggerakkan sayap-sayapnya seratus kali per detik. Energi yang dikeluarkan selama ia terbang kira-kira seratus kali dari yang digunakan saat istirahat. Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya kira-kira 500 kali setiap detiknya. Kecepatan luar biasa, bukan? Ia juga dapat terbang ke arah mana pun tanpa terpengaruh oleh arah kecepatan angin. Ia sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup, di mana mata majemuknya terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Aku nggak tahu, Lalat temanmu itu termasuk jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat atau bukan. Beberapa jenis lalat lain, memiliki organ pendengaran yang sangat canggih!” Burung Hantu memaparkan jati diri si Lalat.
“Uff!!! Berat banget. Nggak mungkin aku mengalahkannya!” keluh si Semut.
“Belum tentu, kamu juga punya kelebihan, bukan?” tanya Burung Hantu.
“Iya sih. Aku punya Pancasila a la semut. Sila pertama, menebar salam. Aku membiasakan diri memberi salam dan saling menghormati saat bertemu teman atau kerabat. Sila kedua, kekompakan. Nggak ada ceritanya seekor semut saling bertikai dengan sesamanya. Nekjika aku menemukan makanan, dengan tanpa adanya komando aku atau temanku akan mengabari teman-teman lain yang lain dan menggotongnya bersama-sama. Sila ketiga, rajin. Selama masih ada pekerjaan, entah itu ketika aku mencari makanan atau pekerjaan membangun rumah misalnya, aku nggak akan berhenti meskipun hanya untuk ngaso sejenak. Kamu belum pernah lihat aku tidur atau diam, kan? Sila keempat, aku rajin menabung. Aku rajin menabung makanan untuk beberapa hari ke depan. Dan terakhir Sila kelima, aku pantang menyerah. Aku bergerak dalam dua puluh empat jam sehari. Kalau diukur kecepatan berjalanku sekitar 0,5 km per jam. Oh iya, kalau para semut berduel, mampu mengimbangi binatang atau serangga musuh lima kali lebih besar dari tubuh kami. Tapi jangan bilang-bilang ya, kaum kami akan kalah jika duel dengan lebah, laba-laba atau lipan” papar si Semut panjang lebar.
“Nah..nah… dirimu bisa memanfaatkan Pancasilamu itu dalam perlombaan nanti, Mut!” saran Burung Hantu.
“Lalu, bagaimana caranya?” tanya Semut penasaran.
“Tau deh… Tanya saja pada pembaca dongeng ini..!!!” tukas Burung hantu, ringan.
Ada yang bisa membantu memberi saran pada si Semut?
Note: Judul dan alur cerita oleh Ceusovi