Kumbakarna gugur (2)

Tak tahulah apa yang ada di benak Rahwana. Peperangan belum ia tuntaskan, ia sudah menggelar pesta kemenangan atas tewasnya Rama dan Laksmana. Ia ajak serta Sinta untuk merayakan kemenangan itu yang tentu saja Sinta menolaknya. Bagaimana mungkin ia ikut bersorak gembira kalau pesta itu diadakan untuk merayakan kematian suami dan adik iparnya?

Rahwana memaksa Sinta untuk ikut hadir menikmati pesta. Hingar bingar keramaian di balairung istana membuat hati Sinta makin berduka. Apakah pantas baginya duduk di dekat Rahwana yang kini tengah dimabuk kemenangan?

Brakkk!!! Pintu balairung jebol. Diikuti oleh runtuhnya atap balairung. Belum sadar apa yang terjadi, Rahwana dan para punggawanya masih menikmati suasana pesta. Namun, semua aktivitas di dalam balairung menjadi terhenti seketika saat sepasukan kera masuk ke balairung. Ya, pasukan kera di bawah komando Hanoman berhasil menerobos penjagaan balairung dan mengacak-acaknya.

Sinta terkejut bahagia menyaksikan kedatangan Hanoman. Apalagi, Hanoman mengabarkan kalau Rama dan Laksmana masih hidup. Ia pun segera ambil langkah seribu mendekati Hanoman, namun ia kalah gesit dibandingkan gerakan Rahwana. Segera saja ia menyahut tangan Sinta dan membawanya kabur menuju belakang istana.

Rahwana sungguh tak menduga dengan serangan mendadak dari pasukan kera. Ia mulai kuatir ketika api dan asap membubung tinggi. Pasukan kera telah membakar istananya. Kera sakti yang bernama Hanoman, menyulut setiap bangunan yang ada dengan api yang menyala dari ujung ekornya. Itulah yang dinamakan peristiwa Hanoman obong!

Rahwana kalang kabut. Pasukannya terpukul mundur. Ia segera memanggil Indrajit untuk mengatasi masalah gawat ini. Namun, Indrajit tak sanggup menahan gelombang amarah para kera. Rahwana pusing tujuh keliling.

“Bangunkan adikku si Kumbakarna. Bangunkan raksasa sakti itu. Hanya ia yang sanggup membereskan kekacauan ini!” teriak Rahwana kepada para prajuritnya.

~oOo~

Kumbakarna adalah adik kandung Rahwana. Ia berujud raksasa yang sangat besar. Jika tak ada masalah yang genting, waktunya ia habiskan untuk tidur. Bisa beminggu-minggu lamanya. Setiap bangun dari tidurnya akan memakan apa saja untuk mengisi perutnya. Maka, sebelum para prajurit Alengka membangunkan Kumbakarna dari tidur panjangnya, mereka telah mempersiapkan hidangan makanan yang jumlahnya sangat banyak.

“Wahai raksasa yang perkasa, bangunlah!!” teriak para prajurit Alengka di dekat telinga Kumbakarna.

Kumbakarna menggeliat. Gerakan tangannya mengenai para prajurit, beberapa di antarana pingsan terkena sabetan tangan Kumbakarna. Ia buka matanya. Lalu ia makan semua hidangan yang tersedia baginya. Setelah selesai bersantap, ia bertanya kepada para prajurit.

“Ada apa kalian membangunkan tidur panjangku?”

“Kami hanya menjalankan titah Paduka Rahwana.”

Kumbakarna segera menemui kakaknya dan mengklarifikasi pernyataan prajurit yang membangunkan tidurnya.

Emang di Alengka ada apa, mas?”

“Alengka diserang oleh pasukan kera di bawah pimpinan Rama.”

“Alengka diserang? Diserang karena apa?”

Rahwana menunjuk ke arah Sinta. Perempuan cantik yang kini berwajah duka.

“Karena seorang perempuan? Mas Rahwana menculiknya, lalu suaminya nggak terima? Terus menyerang Alengka?”

Mata Kumbakarna nanar. Rahwana ciut hatinya. Ia tahu kalau adiknya tidak suka dengan kelakuannya menculik Sinta. Ia tak berani menatap mata Kumbakarna.

“Pantes saja suaminya marah, wong istrinya kamu ambil. Aku nggak mau membantumu mas. Inilah akibat dirimu dikuasai oleh nafsu birahi. Aku kasih tahu. Seharusnya nih, kamu perang tanding dulu dengan suami perempuan ini. Jika ia kalah dan takluk, baru kamu ambil istrinya. Itu baru namanya wong lanang. Tapi sesungguhnya itu perbuatan tercela, mengganggu rumah tangga orang lain. Ora ilok. Beginilah akibatnya. Sudah sana, kamu kembalikan Sinta kepada suaminya. Wis… aku arep turu maneh!

Kumbakarna berlalu berjalan menuju arah goa di mana ia menidurkan dirinya selama ini, namun Rahwana mencegahnya.

“Adikku, aku mengaku khilaf. Tapi turunlah ke medan perang. Lihatlah, bumi Alengka luluh-lantak oleh pasukan Rama!”

“Baik mas. Aku akan berperang mengusir pasukan musuh. Catat. Tindakanku ini bukan untuk membelamu, namun aku membela tanah airku yang telah diserang oleh musuh!”

~oOo~

Bumi bergoyang. Langkah-langkah kaki Kumbakarna yang menjadi penyebabnya. Ia segera menuju medan laga. Ia mengamuk. Ratusan prajurit kera binasa oleh sabetan tangan dan tendangan kakinya. Auman suaranya menggelegar, sanggup memecahkan gendang telinga yang mendengarnya. Pasukan kera di bawah komando Hanoman itu kocar-kacir. Hanoman sendiri terkena pukulan tangan Kumbakarna jatuh tersungkur. Semaput.

Mata Kumbakarna menyapu ke segala penjuru. Api di mana-mana. Ia sedang memburu Rama. Di mana Rama, tak sabar ia ingin membinasakannya.

Seorang ksatria tampan mendekati Kumbakarna dan menantangnya perang tanding. Itulah Rama. Kumbakarna geram, ia mulai menyerang Rama, namun Rama dapat berkelit dan berhasil menendang pipi Kumbakarna. Perang tanding tersebut sangat dahsyat. Seimbang satu dengan lainnya.

Tanpa disadari oleh Kumbakarna, dari balik pepohonan Laksamana telah membentangkan anak panah yang ia arahkan ke kepala Kumbakarna. Pada saat yang tepat, anak panah itu melesat cepat dan mengenai jidat Kumbakarna.

Suara raungan Kumbakarna meruntuhkan dedaunan pohon-pohon di sekitarnya. Ia terkejut telah diserang secara curang. Tapi ia terlambat mengelak dan jatuhlah raksasa perkasa itu ke pangkuan ibu pertiwinya. Darah segarnya membasahi tanah kelahirannya.

Kumbakarna gugur sebagai pahlawan Alengka.