Kleting

Mbok Rondho Dadapan punya empat anak perempuan, semuanya diberi nama depan Kleting dengan urutan dari yang tertua: Kuning, Hijau, Merah, dan Biru. Meskipun semua anak kandung, hanya Kleting Biru yang dikuyo-kuyo, baik oleh ibunya maupun kakak-kakaknya. Dikuyo-kuyo artinya ditindas, dinista, dianaktirikan dan istilah lain yang sebangsa dengan itu. Kasihan benar.

Tapi itu nasib si bungsu. Kasih sayang orang tuanya sudah habis terbagi untuk ketiga kakaknya. Apalagi, mereka tak punya ayah lagi. Sungguhpun demikian, sejatinya ayah mereka yang sudah marhum itu berlaku cukup adil, semua anak-anaknya diberi nama dengan Kleting. Apa itu kleting? Sebuah benda yang mirip tempayan berleher panjang yang gunanya untuk mengambil air di telaga atawa sendang dan cara membawanya digendong di pinggang.

Kleting Kuning sebagai anak tertua tentu saja paling lama mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Ia pun merasa berhak mengatur adik-adiknya, termasuk untuk urusan pribadi. Maklum, ia merasa paling berpengalaman. Kleting Hijau cenderung diam, ia mengikuti arus ke mana mengalir. Cari slamet. Kleting Merah bersikap suka memprotes segala kebijakan kakak tertua, bahkan pun dari ibunya. Kleting Biru, yang memang nasibnya dikuyo-kuyo tadi, ia sendiri suka galau bin paranoid. Kawan setia si Kleting Biru adalah sebuah cermin di kamarnya.

Kleting Biru suka curhat kepada kawannya tersebut. Perkara yang sering ia curhatkan adalah urusan dikuyo-kuyo oleh para saudaranya. Ia merasa sudah berbuat terbaik dalam melayani ibu dan para mbakyunya, tapi kok hanya hujatan yang ia terima. Tentu saja, meskipun bibir Kleting Biru sampai meniren, si cermin tetap diam. Tak bereaksi meski sepatah kata pun.

“Cermin, dengarkan curhatku kali ini…. Aku akan dibunuh oleh para saudaraku! Tolonglah aku…!” ratap Kleting Biru di depan cermin.

Kleting Biru kesal. Kawan paling setianya itu diam seribu bahasa. Ia semakin geram saat melihat wajahnya sendiri demikian buruk saat menunjukkan kekesalannya tadi.

Brakkk!!! Ia pecahkan cermin di depannya. Berkeping-keping jatuh berserakan di lantai kamarnya.

~oOo~

Alkisah, di desa sebelah terdapat seorang pemuda yang tengah mencari jodoh. Berita tersebut tersiar juga ke rumah Mbok Rondho Dadapan. Ia kumpulkan semua anaknya, tak terkecuali Kleting Biru. Ia memotivasi anak-anaknya supaya ikut ngunggah-unggahi1 si pemuda tampan.

Maka berangkatlah keempat Kleting menuju desa sebelah. Namun Kleting Biru agak ketinggalan dibandingkan yang lain, wong mesti membereskan pekerjaan rumah dulu.

Di pinggir sungai, Kleting Biru bingung mencari tempat untuk menyeberang. Dalam keadaan galau, ia dikejutkan oleh suara menggelegar yang muncul dari air sungai.

“Ha..ha..ha… ngapain kamu ada di sini wong ayu?”

“Ssi..a..pa… kamu?”

“Akulah Yuyu Kangkang2, penguasa sungai ini. Kamu mau ke mana?”

“Yuyu Kangkang, tolong seberangkan aku melewati sungai ini. Aku akan ke desa sebelah.”

“Hmm… baiklah. Tapi ada syaratnya, nduk!”

Kleting Biru terkejut dengan syarat yang diajukan oleh Yuyu Kangkang. Tidak. Ia tak mau kehilangan kehormatan demi mendapatkan pertolongan Yuyu Kangkang menyeberangi sungai. Ia menolak.

Tapi bagaimana caranya menyeberangi sungai tanpa dihadang oleh Yuyu Kangkang? Ia pun segera mencari kayu. Ia nekat akan bertempur melawan Yuyu Kangkang.

Memang sudah takdirnya Kleting Biru. Ia dapat mengalahkan Yuyu Kangkang yang perkasa. Namun, dalam kepayahan akibat pertempuran ia berusaha menyeberangi sungai, dan berhasil mencapai seberang sungai. Melalui jalan setapak yang mendaki, ia berjalan menuju jalan desa yang lebih lebar.

Ketika ia sampai di ujung jalan, dilihatnya ketiga kakaknya berjalan beriringan dengan canda ria tanpa ada bekas kelelahan di wajah-wajah mereka. Apakah ketiga kakaknya tadi ditolong oleh Yuyu Kangkang dalam menyeberangi sungai? Ia pun penasaran dan bertanya kepada Kleting Kuning.

“Mbakyu… bagaimana mbakyu-mbakyu bisa sampai di tempat ini tanpa pakaian yang basah kuyup sepertiku?”

Kleting Kuning tertawa, diikuti dua Kleting yang lain. Kleting Biru diam. Namun, gema ketawa mereka masih terdengar di gendang telinganya.

“Hai… dengar Kleting Biru. Ngapain sih kamu repot-repot menyeberangi sungai, kalau di sebelah sana ada jembatan yang bisa dilalui?”

Ketiga Kleting berlalu meninggalkan Kleting Biru yang termangu menatap sebuah jembatan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

~oOo~

Pemuda yang sedang mencari jodoh itu bernama Ande-ande Lumut. Ketukan pintu rumahnya mengagetkan lamunannya. Segera saja ia menuju pintu.

Ketika ia membuka pintu, ia terpana. Ada tiga orang gadis cantik berdiri di depannya. Siapa lagi kalau bukan Kleting Kuning, Kleting Hijau dan Kleting Merah.

“Apakah sampeyan yang bernama Ande-ande Lumut?”

“Benar, wong ayu.”

“Kami bermaksud ngunggah-unggahi sampeyan!”

“Tiga sekaligus?”

Cleguk.

1. Pihak perempuan yang melamar pihak lelaki
2. Nama kepiting raksasa