Aku memang jauh dari Islam. Semua orang tahu aku pecandu khamar di jaman jahiliyah. Aku dan kawan-kawanku pemuka Quraisy punya tempat nongkrong favorit untuk berkumpul dan minum-minum. Pada suatu malam aku keluar rumah akan menemui kawan-kawan minumku. Tetapi tak ada seorang pun duduk di tempat itu. Aku pun pergi ke warung si fulan yang di Mekah sangat terkenal sebagai penjual khamar. Di tempat ini pun tak ada seorang pun kawan yang biasa nongkrong.
Aku memutuskan dalam hati sebaiknya pergi ke Ka’bah untuk berkeliling tujuh kali atawa tujuh puluh kali. Maka aku pun pergi ke sana untuk tawaf mengelilingi Ka’bah. Tetapi di sana aku lihat ada Kanjeng Nabi sedang shalat. Ketika itu, jika ia shalat menghadap ke Syam, dan Ka’bah berada di antara ia dengan Syam. Tempat shalatnya di antara dua sudut Hajar Aswad dengan sudut Yamani.
Sungguh, aku sangat berharap malam ini dapat menguping Kanjeng Nabi sampai aku dapat mendengar apa yang dikatakannya. Namun aku kuatir ia akan terkejut kalau aku dekati. Maka, aku pun datang dari arah Hijr, lantas aku masuk ke balik kain Ka’bah. Aku berjalan perlahan hingga berdiri di depannya berhadap-hadapan. Antara aku dan Kanjeng Nabi hanya dibatasi kain Ka’bah. Sementara itu Kanjeng Nabi sedang shalat dengan membaca Quran. Aku sangat tersentuh dengan bacaan Quran itu. Terus terang saja, aku menangis. Islam sudah masuk ke dalam hatiku saat itu. Sementara aku masih berada di balik kain Ka’bah, Kanjeng Nabi sudah menyelesaikan shalatnya dan ia pergi pulang ke rumahnya.
Aku mengikutinya hingga dekat ke rumahnya aku dapat menyusulnya. Mendengar suara langkah-langkahku, ia sepertinya sudah mengenalku dan ia mengira aku akan menyakitinya. Kanjeng Nabi menghardikku sambil berkata: “Ibnu Khattab, apa maksud kedatanganmu?” Aku pun menjawab: “Kedatanganku hendak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta kepada segala yang datang dari Allah.”
“Alhamdulillah, Umar, Allah telah memberi petunjuk kepadamu,” kata Kanjeng Nabi. Kemudian ia mengusap dadaku dan mendoakan aku agar tetap tabah. Setelah itu aku pun pergi meninggalkan Kanjeng Nabi sebagai orang yang sudah beriman kepada agamanya.
[Disadur secara bebas dari Umar bin Khattab oleh Muhammad Husain Haekal]