Kehormatan

Perempuan yang menenteng kepala terpenggal itu bernama Nevin Yildirim. Darah segar masih mengalir dari leher kepala itu, menetes membasahi tanah sepanjang perjalanannya ke tengah alun-alun. Ia berteriak lantang kepada orang-orang yang terkejut memandangnya dan takut mendekatinya.

“Ini adalah kepala pria yang mempermainkan kehormatan saya!”

Alun-alun Desa Koruyaka Distrik Yalvac Provinsi Isparta barat laut Turki malam itu semakin senyap. Banyak yang bertanya dalam hati, kepala milik siapa gerangan? Di mana tubuhnya? Sebab apa Yildirim tega memenggal kepala seseorang (lelaki)?

~oOo~

Peristiwa tersebut terjadi awal September 2012 lalu.  Nelvin Yildirim, 26 tahun, ibu dua anak yang berumur 3 dan 7 tahun, memenggal kepala milik Nurettin Gider yang telah memerkosanya. Ia tak tahan lagi dengan perbuatan pria 35 tahun yang berulang-ulang melakukan aksi biadab sejak Januari 2012 lalu, saat suaminya bekerja serabutan di kota lain.

Sebelum memenggal kepala Gider, ia menembak ke tubuh Gider sepuluh kali termasuk menembak pada pangkal paha Girder. Keberanian Yildirim muncul dua hari menjelang akhir bulan lalu saat Gider mencoba memanjat dinding belakang rumahnya, Yildirim bergerak cepat. Ia mengambil senapan dan memberondongkan peluru. Setelah yakin Gider tewas ia penggal kepalanya dan ia bawa ke alun-alun desa.

~oOo~

Saya bergidik membayangkan adegan tragis tersebut. Betapa heroiknya Yildirim menjaga kehormatannya sebagai seorang perempuan. Kejadian lain – untuk menunjukkan kehormatan dirinya – terjadi di Aceh.

“Ayah…, maafin Putri yah. Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi putri brani sumpah kalo Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri cuma mau nonton kibot di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri. Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri. Putri gak dha gunanya lagi sekarang… Ayah jangan cari in Putri ya!!  Ntik Putri jugak pulang jumpain ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri. Putri harap ayah ga akan benci sama Putri. Ayah sayang kan ma Putri??? Putri sedih x gak bisa jumpa sama ayah. Ma’afin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris. Ma’afin kakak ya… Putri sayang ayah.”

Itulah surat pembelaan Putri, gadis 16 tahun yang ditemukan tewas tergantung setelah ditangkap polisi syariah di Langsa Aceh. Ketika ditangkap polisi syariah, Putri dan temannya mengaku tertinggal rombongan saat pulang setelah nonton pertunjukan organ tunggal (keyboard) di Langsa, sementara pada dinihari itu tak ada lagi kendaraan umum menuju desanya.

Karena kedua gadis itu termasuk usia anak, polisi syariah tak membawa ke pengadilan syariah tetapi menyerahkan kepada orang tua mereka. Alasan lain, mereka baru sekali terkena razia. Putri dan temannya pun lolos dari ancaman hukuman cambuk. Namun, penangkapan kedua remaja itu terdengar wartawan media lokal dan menurunkan kepala berita “Dua Pelacur ABG Ditangkap Menjelang Subuh” di edisi 4 September 2012.

Cara Putri membuktikan diri kalau ia gadis suci mengingatkan saya kepada kisah Sinta Obong. Sinta terjun ke kobaran api untuk membuktikan diri kalau ia tak disentuh sama sekali oleh Rahwana, penculiknya. Sinta diselamatkan oleh Dewa Api dan kembali ke pangkuan Rama. Putri memilih cara gantung diri.

Sedangkan kasus Putri, siapa yang peduli?