Kebiasaan makan yang baik

Saat saya sedang menyelesaikan artikel Betah?, ekstensen saya berbunyi dan terdengar suara resepsionis kalau saya kedatangan tamu yang bernama Mas Purwo. Saya berhenti menulis dan buru-buru menemui tamu, yang menurut saya, sangat spesial.

“Apa kabar, mas. Wah… wah… elok tenan, panjenengan ini kok nggak bisa tua sih mas. Awet nom terus!” saya jabat tangannya dan kami berpelukan hangat.

Apik… apik, kabar baik. Sampeyan sendiri bagaimana, sehat?” tanya Mas Purwo sambil menarik kursi.

“Alhamdulillah, sehat mas!” jawab saya. Tanpa sadar kalimat saya itu diakhiri dengan batuk kecil.

“Nah, batuk. Berarti nggak sehat tuh ha..ha… Hati-hati jangan terjebak dengan kondisi tubuh kita karena sehat itu tidaklah sama dengan tidak sakit. Atawa kalau dibalik, tidak sakit tidaklah sama dengan sehat,” tuturnya kalem.

Kami ngobrol ngalor-ngidul memperbincangkan aktivitas kami masing-masing. Tak lupa ia juga menceritakan kegiatan barunya yakni sering dimintai ceramah mengenai cara hidup sehat oleh perusahaannya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Ia mampir ke tempat saya setelah perjalanan dari Bandung.

“Aku sudah menjalankan isi buku The Miracle of Enzyme-nya Hiromi Shinya hampir mendekati angka 80%. Sampeyan bisa lihat sendiri kan hasilnya?” ia menjawab pertanyaan saya perihal memraktekkan isi buku Guru Besar Kedokteran Albert Einstein College of Medicine AS itu.

“Oh iya mas, mumpung ingat. Paparan panjenengan mengenai mengunyah makanan sebanyak 33 kali sangat menarik. Ibaratnya mengunyah makanan sambil berdzikir ya mas?” tanya saya.

“Seperti diuraikan oleh Prof. Shinya, mengunyah setiap suap makanan 30 – 70 kali merupakan kebiasaan makan yang dianjurkan karena memberikan banyak manfaat bagi kesehatan tubuh kita,” ia mengambil gelas air putih di hadapannya dan meneguknya pelan.

“Adakah kebiasaan makan yang baik lainnya, mas?” sergah saya.

“Ada. Misalnya, jangan makan daging hewan yang bersuhu tubuh lebih tinggi dari suhu tubuh kita, karena lemak hewan itu akan membeku di dalam aliran darah kita. Suhu tubuh kita tak mampu mencairkan lemak yang suhunya di atas suhu tubuh kita. Hewan yang dimaksud seperti sapi atawa ayam. Lebih baik menyantap ikan, karena lemak ikan berbentuk cair yang bahkan dapat melancarkan aliran darah dalam arteri, bukan menyumbatnya. Selain itu hindari makan atawa minum sebelum tidur pada malam hari,” paparnya lengkap.

“Nah, kalau kebiasaan ini masih sering saya lakukan mas. Perut kenyang, tidur pun pulas,” kata saya.

“He..he… kebanyakan orang berpendapat begitu. Mestinya pada saat kita tidur, lambung kita kosong. Empat atawa lima jam sebelumnya kita menyelesaikan makan malam, sebelum tidur. Di sana tersedia asam keras berkadar tinggi yang membunuh bakteri Helicobacter pylori, juga bakteri-bakteri jahat lainnya, sehingga menciptakan lingkungan usus seimbang yang kondusif bagi penyembuhan diri, ketahanan dan kekebalan tubuh,” paparnya sangat fasih.

Hmm, saya jadi ingat Lila. Di asramanya sana, jadwal makan malam ditentukan jam 5 sore. Sedangkan tidur dijadwalkan jam 10. Jadi ada jeda 5 jam. Sesuai benar dengan uraian Mas Purwo.

Selanjutnya Mas Purwo memaparkan kebiasaan makan yang baik lainnya, yaitu minum 8 sampai 10 gelas air yang baik setiap hari, mengonsumsi karbohidrat berkualitas, memilih lemak makanan dengan cermat, mengonsumsi minyak ikan atawa makanan berserat tinggi, dan mengurangi ketergantungan obat dengan mengubah menu makan serta berolah raga selagi bisa melakukannya.

Hidup sehat adalah sebuah pilihan. Tinggal tergantung diri kita, mau memilih sehat atawa tidak sakit?