Karna Tanding

Matahari tenggelam, perang dihentikan sementara untuk dilanjutkan keesokan harinya. Masing-masing kubu menyusun strategi perangnya.

Di dalam tendanya Karna berbaring sejenak untuk menghilangkan penat, setelah seharian menjadi senopati Kurawa. Ia masih menunggu istrinya yang akan menyusul ke tendanya.

Ketika istrinya datang, tak lama kemudian Duryudana pun  masuk ke dalam kemahnya dan mengabarkan sesuatu yang penting mengenai peperangan esok hari.

“Karna, laporan dari telik sandi kita besok Pandawa akan menerjunkan Arjuna sebagai senopati. Arjuna akan mengendarai kereta dengan Kresna sebagai kusirnya. Rencana kita bagaimana?” tanya Duryudana.

“Akhirnya aku bertempur juga dengan adikku, Arjuna. Takdir memang sudah digariskan. Hhh… Arjuna… Arjuna…,” desah Karna.

“Bagaimana Raja Awangga?” Duryudana bertanya lagi.

“Yah… kamu perintahkan Prabu Salya untuk menjadi kusir keretaku Mas Dur. Besok akan terjadi perang tanding sangat dahsyat!” kata Karna.

Di dalam lubuk hatinya, betapa Karna menyanyangi adik-adiknya yang dilahirkan dari rahim Kunti (Nakula dan Sadewa anak Dewi Madrim, madunya Kunti), meskipun Yudhistira dan adik-adiknya tidak mengetahui kalau Karna itu kakaknya. Srikandi yang mengetahui hubungan kekerabatan Karna-Pandawa menyimpan rapat rahasia itu.

Karna sudah kadung janji kepada Duryudana untuk membela Kurawa yang selama ini melindungi dan menolong Karna. Ia ksatria yang tahu balas budi. Di peperangan siang harinya tadi, ia telah mengalahkan Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa. Tetapi Karna tidak membunuh keempat adiknya itu, karena ia pernah bersumpah kepada Kunti, ibunya.

Perang di Padang Kurusetra memasuki hari ketujuh belas. Karna dan Arjuna sudah siap di posisi masing-masing. Genderang ditabuh. Perang dimulai. Karena Karna dan Arjuna sama-sama sakti mandraguna, pertempuran mereka seimbang. Perang tanding ini seperti Karna vs Karna atawa Arjuna vs Arjuna.

Ketika ada kesempatan menjauhi kereta Arjuna, Karna segera membentangkan busurnya. Anak panah diarahkan ke dada Arjuna. Anak panah melesat secepat kilat dan menghunjam ke dada Arjuna. Sejenak Arjuna limbung, kehilangan keseimbangan. Karna memasang anak panah kedua di busurnya dengan target kepala Arjuna.

Kresna sebagai kusir kereta segera membelokkan kereta, sehingga panah Karna meleset tidak mengenai kepala Arjuna. Karna kecewa. Ia meminta Prabu Salya untuk mendekat ke arah kereta Arjuna. Malang nasib Karna. Roda keretanya terjerembab pada tanah berlumpur. Salya menghentak dua kudanya supaya menarik lebih kuat, tetapi sia-sia. Roda kereta masuk lumpur semakin dalam.

Sungguh nahas nasib Salya. Arjuna memanah tangan Salya, dan ia terjatuh dari kereta.

“Arjuna, aku minta dihentikan sejenak pertempuran ini. Aku akan mengangkat dulu roda keretaku keluar dari lumpur sial ini!” pinta Karna.

“Baiklah kita tunda sejenak perang tanding ini. Aku akan menunggumu Raja Awangga,” jawab Arjuna.

Tetapi, Kresna yang berada di sebelah Arjuna berbisik ke telinganya, “Arjuna, ini kesempatanmu membunuh Karna, mumpung ia sedang lengah!”

“Tidak kakang, perbuatan itu melanggar kode etik pertempuran ksatria!” tolak Arjuna.

“Arjuna, apakah kamu lupa apa yang telah dilakukan Karna kepada anakmu Abimanyu, di hari ketiga belas kemarin? Ia telah ikut-ikutan mengeroyok Abimanyu hingga ia tewas di tangan para Kurawa! Cepat bunuh Karna!” perintah Kresna.

Arjuna pun terhasut. Ia segera mengambil anak panah yang paling dahsyat yang dinamakan Pasopati dan mengarahkan ke kepala Karna.

Karna yang sedang sibuk mengangkat roda kereta tidak menyadari ada sebuah maut yang menghampirinya. Dan Karna pun gugur di Bharatayudha.

~oOo~

Belakangan Arjuna menyesali peristiwa di Padang Kurusetra itu setelah mengetahui kalau Adipati Karna adalah kakak laki-lakinya, putra dari Dewi Kunti ibu para Pandawa.

Tancep kayon!