Karna membuka selubung Srikandi

Kira-kira lima bulan setelah peristiwa Srikandi terpanah asmara si Keong Racun, Arjuna mempersunting Srikandi menjadi istrinya yang kesekian. Karena sudah sangat dekat dengan Arjuna, ia makin mahir dalam memanah.

Namun, sejak ia menjadi istri Arjuna jika keluar rumah Srikandi menutup sebagian tubuhnya, khususnya bagian wajah dengan kain hitam. Semua itu dilakukannya untuk menyembunyikan keelokan wajahnya nan rupawan itu. Tak heran, ia segera mendapat julukan baru, PSH: Pemanah Selubung Hitam.

Selain menjadi pemanah yang tangguh, ia kembali mengurus blognya yang terbengkalai gara-gara ia sibuk kena sakit asmara beberapa waktu yang lalu. Ia begitu mahir merangkai kata menjadi kalimat yang sangat indah.

Syahdan, tersebutlah seorang narablog dari Negeri Awangga yang bernama Adipati Karna. Diam-diam Srikandi menaruh dendam pada Karna, hanya karena Karna tidak pernah singgah di blognya. Seiring berjalannya waktu, Srikandi memberanikan diri mengomentari sebuah artikel milik Karna. Dan begitulah jalan takdirnya, mereka akhirnya saling bersapa melalui media ajaib yang bernama blog.

Burung hantu mematung merenungkan kata penyair: manusia mabuk bayangan yang lewat, selalu memikul hukuman, karena ingin berganti tempat*)

Persahabatan mereka menguak sebuah rahasia besar tentang hubungan darah antara Karna dan Arjuna, suami Srikandi, sehingga diketahui kalau Karna dan Srikandi mempunyai hubungan kekerabatan. Karna adalah kakak ipar Srikandi. Ya, karena Arjuna adalah adik Karna meskipun lain ayah.

~oOo~

Dua puluh empat bulan kemudian, terjadi perang besar di Padang Kurusetra. Perang saudara antara Pandawa dan Kurawa. Sejarah telah mencatat, Srikandi menjadi singa betina di Bharatayuda. Ia berhasil menewaskan Resi Bisma, karena pada saat itu Dewi Amba menitis pada raga Srikandi. Suasana perang tanding antara Bisma dan Srikandi pernah dipentaskan di sini.

Pihak Kurawa limbung. Para ksatria terbaiknya seperti Durna dan Bisma sudah tewas. Akhirnya tanpa adanya proses fit and proper test di depan sidang parlemen Kurawa, Adipati Karna – raja Negeri Awangga, diangkat menjadi senopati pihak Kurawa.

Sebagai ksatria yang pilih tanding, Karna siap mengorbankan jiwa dan raga untuk negeri tercintanya. Ia pun segera mempersiapkan pasukannya. Converse ijo-pupus membuatnya gesit dan tak lupa mengenakan kaca mata hitam cengdem kesayangannya.

Sementara itu, telik sandi Pandawa mengabarkan bahwa Karna telah diangkat menjadi senopati pihak Kurawa. Yudhistira dan keempat adiknya gelisah, karena mereka harus berperang dengan kakaknya sendiri. Atas usul Arjuna, Yudhistira mengangkat Sanjaya sebagai senopati pihak Pandawa. Dengan gagah berani, Sanjaya memimpin pasukannya.

Di tengah arena perang, Karna menerjang. Keretanya melaju ke arah Sanjaya. Pedang Karna teracung ke angkasa membuat gentar Sanjaya.

“Sanjaya, mundur kamu… Akulah Karna, sang Suryatmojo alias anak Bathara Surya a.k.a Dewa Matahari bukan tandinganmu!” teriak Karna sambil menendang Sanjaya hingga terguling-guling.

Sanjaya pun diperintahkan untuk mundur oleh Yudhistira. Pasukan Pandawa kocar-kacir. Kurawa bersorak-sorai menyaksikan kacaunya pasukan Pandawa.

Tanpa diduga oleh Karna, melesat sebuah bayangan menuju tempatnya berdiri. Karna sempat menghindar sehingga luput dari serangan yang datang tiba-tiba.

“Pakde Karna, aku diperintahkan oleh papaku untuk melawanmu!” kata anak muda berkumis tebal yang mempunyai kepandaian terbang hingga menembus awan.

“Oh, kamu Gatotkaca. Minggir… anak kemarin sore. Jangan coba-coba melawan pakdemu. Kesaktianmu tidak ada artinya bagiku. Suruh Werkudara, bapakmu yang tinggi besar itu melawanku!” Karna merasa dilecehkan oleh Yudhistira dengan mengirimkan Gatotkaca untuk tanding dengannya.

Gatotkaca nekat melawan Karna, dan hasilnya sungguh fatal. Kedua tangan Gatotkaca dipatahkan oleh Karna. Gara-gara tangan yang patah inilah, untuk sementara izin terbang Gatotkaca dibekukan oleh Departemen Perhubungan Negara Indraprasta selama tiga bulan.

“Yudhistira, kamu jangan bersembunyi di perkemahanmu. Ayo kita tanding satu lawan satu!” tantang Karna.

“Akulah lawanmu ksatria Awangga….!” teriak seseorang bersuara perempuan.

Karna terperanjat. Ia harus bertanding melawan seorang perempuan? Belum habis rasa terkejutnya, di hadapannya telah berdiri seorang perempuan yang berselubung hitam.

“Perempuan selubung hitam? Srikandikah dirimu?” tanya Karna. Ia hanya menduga. Selama ini ia belum pernah mendengar suara Srikandi apalagi bertemu dengannya.

“Benar mas, aku Srikandi. Inilah momen yang aku tunggu untuk melepaskan dendam kesumatku padamu!” jawab Srikandi, dari balik selubung hitamnya. Srikandi saat itu mengenakan jins biru, atasan kaos lengan panjang warna putih dengan baju luar batik lengan pendek.

“Dendam kesumat? Kesumat yang mana?” tanya Karna keheranan.

“Sampai kini aku masih nggak terima, kenapa kakak dulu nggak mau singgah di blogku. Ini yang menjadi alasan utamaku!” tukas Srikandi.

Asem tenan, tak kira apa… jebulnya perkara ngeblog toh,” kata Karna sambil garuk-garuk kepala, “Bukankah sekarang kita sudah bersahabat. Iya kan, Sri?” Perkara sepele. Tapi tidak bagi Srikandi.

Sementara itu, kedua pasukan tidak sabar untuk segera berperang. Bahkan sebagian prajurit pada menggerutu, “Hoii… kapan perangnya kalau ngobrol aja?!”

Srikandi mengambil jarak. Ia mundur sebelas langkah. Karna masih terdiam di tempatnya. Matanya mengikuti langkah-langkah Srikandi. Dalam hitungan detik, Srikandi telah merentangkan busurnya, siap memanah jantung Karna.

Karna terkesiap. Ancaman Srikandi ternyata bukan bualan. Karna mencoba merayu Srikandi untuk menurunkan busurnya. Srikandi tetap keukeuh untuk menghunjamkan anak panahnya.

“Oke, kalau itu maumu Sri!” akhirnya Karna menerima tantangan Srikandi. Ia pun merentangkan busurnya dan mengarahkan anak panah ke Srikandi. Sebenarnya, Srikandi grogi setengah mati. Tetapi ia gengsi. Sok ke-pede-an.

Dalam hati Karna ingin memberi pelajaran kepada Srikandi, kalau ilmu panahnya belum seberapa dibandingkan miliknya.

Tasssssssssss…!!! Anak panah Karna melesat, tepat mengenai peniti yang dipakai untuk mengaitkan kain selubung hitamnya Srikandi. Akibatnya, selubung hitam itu terlepas dan diterbangkan angin entah ke mana. Srikandi terkejut, tidak mengira Karna mengarahkan ke arah peniti selubung hitamnya.

Kini nampaklah wajah cantik Srikandi. Padang Kurusetra tiba-tiba hening. Semua orang terkesima akan kecantikan Srikandi, tak terkecuali Karna sendiri. Srikandi kikuk jadi pusat perhatian, ia buang busur dan anak panahnya. Kedua telapak tangan ia gunakan untuk menutup mukanya, ia berlari menjauhi arena.

~oOo~

Nun, di bawah pohon jambu yang tengah berbunga di pinggiran Padang Kurusetra terlihat seorang lelaki sedang memainkan alat lukisnya. Ia asyik menggoreskan pensilnya pada sebuah kertas putih. Tanpa ia sadari, bunga jambu berguguran menghiasi rambutnya. Ia tersenyum puas menatap hasil karyanya.

“Srikandi… oh… Srikandi… kini aku berhasil mengabadikan kecantikanmu dengan drawing pencilku!” gumam lelaki yang bernama Sungging Prabangkara itu.

*) dari Serat Centhini