Kalawarti (bahasa Jawa, yang berarti majalah) Panjebar Semangat, pada September 2008 ini telah berumur 75 tahun. Lumayan tua untuk ukuran sebuah penerbitan. Kalawarti ini familiar disebut dengan PS saja. Saya mengenal PS ini sejak SD dulu. Saya rajin membaca PS karena mbah Kakung saya yang seorang pensiunan berlangganan PS. Rubrik favorit saya di antaranya Cerkak (Cerita Cekak = Cerita Pendek), Alaming Lelembut dan CPPS (Cangkringan Prapatan PS, semacam TTS). Kalau mbah Kakung masih membaca PS tersebut, dengan sabar saya menunggu sampai dia selesai membaca. Sampai SMA membaca PS masih nebeng pada mbah Kakung.
Saya suka menyelesaikan menjawab CPPS dengan dibantu mbah Kakung. Karena tiap minggu selalu mengisi CPPS (tetapi saya tidak pernah mengirimkan jawaban ke redaksi PS meskipun untuk sekedar mendapatkan hadiah), iseng-iseng saya membuat naskah CPPS. Dan ternyata dimuat! Saya senang bukan main. Saat itu saya klas 2 SMA. Honor yang saya terima Rp 3.000,-. Jaman sekolah dulu, murid yang dapat wesel ditulis di papan depan kantor TU. Naskah CPPS pertama dimuat di PS Nomor 29 tahun 1985 kemudian secara rutin saya mengirim naskah CPPS, terakhir dimuat di PS Nomor 23 tahun 1993. Karena kesibukan saya bekerja, tidak sempat lagi membuat naskah CPPS.
Saya juga tidak sempat membaca PS selama 10 tahun, semenjak bekerja di luar Jawa dan tinggal di Karawang. Tahun 2001, pas mudik ke Solo di lapak koran di Jalan Slamet Riyadi, saya melihat PS dan saya membelinya. Kembali ke Karawang, saya kirim surat ke Tata Usaha PS untuk berlangganan. Dan berlangsung sampai saat ini. Salah satu alasan saya berlangganan PS untuk nguri-uri bahasa, sastra dan budaya Jawa, meskipun di rumah yang membaca saya dan ibunya anak-anak, sedangkan anak-anak saya sedikit sekali mengerti bahasa Jawa.
Sebagai hiburan, kadang saya minta anak saya membaca salah satu artikel di PS dengan suara yang dikeraskan. Karena lingkungan mereka ada di budaya Sunda, maka ucapan mereka terdengar lucu.