Jatah gagal

Pada suatu kesempatan makan malam bersama anak perempuannya, Mas Suryat membuka pembicaraan kalau telur goreng masakan anaknya itu enak dan gurih. Nasi panas plus telur dadar rasanya nikmat nian.

“Sengaja telur itu aku gosongin dikit. Bapak senang yang agak gosong kan?”

“Iyo, apalagi bawangnya agak kriuk-kriuk nih.”

Telur dadar dicampur irisan bawang merah dan dibumbui royco atau semacamnya. Awalnya digoreng dengan api kecil, untuk memberikan efek gosong api dibesarkan dan telur dibolak-balik sampai matang.

“Eh, ngomong-ngomong sudah berapa lamaran yang kamu kirim ke perusahaan-perusahan? Ada 30an?”

“Lebih lah. Ada 40an kali ya. Dulu bapak berapa banyak?”

Mas Suryat mengingat-ingat.

“Kira-kira ya 30an itu. Seingatku hanya 3 atau 4 yang berbalas. Dua lamaran yang sampai pada tahap wawancara. Pengajuan lamaran sekarang kan lebih mudah, tinggal klik aplod berkas beres. Zaman bapak dulu mesti tulis tangan, fotokopi berkas-berkas lampirannya. Kemudian dimasukkan dalam amplop airmail lewat Kantor Pos.”

“Jadi aku masukin lamaran sampai 100 nggak apa-apa kan?”

“Ya nggak apa-apa. Mumpung kamu masih muda.”

“Maksudnya pak?”

“Setiap orang mempunyai jatah gagal. Mumpung masih muda, habiskan jatah gagalmu. Yang penting jangan putus asa. Mencoba dan terus mencoba, nanti hidup mapanmu jadi lebih cepat. Kamu akan tau irama rezekimu seperti apa.”

Mas Suryat meyakini kalau setiap orang mempunyai jatah gagal yang berbeda-beda jumlah dan levelnya. Jenis kegagalan setiap orang hampir sama, antara lain gagal di pendidikan, gagal di cita-cita yang diinginkan, gagal dalam mencari pekerjaan, dan kegagalan yang lainnya.

“Sekarang lagi masa-masa sangat sulit. Pandemi korona bener-bener menghancurkan perekomian dunia. Orang kesulitan cari pekerjaan. Orang yang punya pekerjaan mulai kehilangan pekerjaannya.”

“Terus gimana dong pak?”

“Ya gak gimana-gimana. Nikmati saja yang ada. Ikuti apa mau-Nya Gusti Allah membawa kita ke mana. Kamu sudah berusaha semaksimal mungkin, tinggal tawakalnya saja.”

Nasi di piring Mas Suryat hampir tandas.

“Kondisi sekarang sama nggak dengan krismon dulu?”

“Ketika krismon dulu umurmu baru 3 tahun. Terulang lagi di tahun 2008. Dulu hanya terdampak pada ekonomi saja. Kalau krisis akibat korona ini tidak hanya ekonomi, namun juga kesehatan masyarakat. Di masa pandemi ini kita mendapatkan kejutan besar karena tidak pernah terjadi sebelumnya, dan kita mesti hidup dengan kebiasaan baru: jaga jarak, rajin cuci tangan dan menggunakan masker. Tidak nyaman kan?”

“Hmm… berarti sekarang kesempatan terbaik ambil semua jatah gagal dong pak?”

“Yup. Kalau sampai pertengahan tahun depan kita bisa melampaui krisis ini, mudah-mudahan kamu sudah memulai panen keberhasilan.”

Semoga.