Jangan gori

Salah satu sayur yang saya suka di masa kecil dulu adalah jangan gori. Orang Jawa menyebut sayur dengan istilah jangan, misalnya jangan tahu berarti tahu yang dibuat sayur, jangan loncon berarti sayur bening, jangan kangkung artinya sayur (berbahan utama) kangkung, jangan bobor (sayur bobor), jangan asem ya sayur asem, dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan jangan gori?

Gori sebutan untuk nangka muda. Jangan gori berarti sayur nangka muda. Makan siang dengan jangan gori dengan nasi masih kebul-kebul dan berlauk gêrèh/ikan asin plus karak, wis jian… rasanya surga dunia. Kalau mau mewah sedikit dengan ikan bandeng! Semakin wayu jangan gori tersebut, kok semakin enak saja ya? Wayu berarti mendekati expired, artinya sayur tersebut makin enak jika dimakan malam harinya atawa besok paginya untuk sarapan. Tentunya, jangan gori tersebut harus dipanasi dulu.

Lha kok rasanya nyiamik begitu, bumbunya apa sih? Seingat saya seperti ini cara mengolahnya: gori dicecel menjadi potongan kecil. Lalu direbus supaya empuk. Air rebusan dibuang, diganti dengan santan cair. Bumbu yang diuleg di antaranya brambang-bawang, tumbar, miri dan tempe bosok. Jangan lupa tempe bosoknya dibakar sebentar.  Campurkan saja dengan santan cair tadi, tunggu sampai mendidih. Tambah sedikit gula Jawa plus garam. Setelah mendidih, tambahkan santan kental dan daun singkong atawa dong so/daun melinjo (mana yang disuka).

Konon, makin nikmat nekjika dinikmati dengan sambel lombok goreng (soalnya saya kurang suka dengan sambel). Tentu saja dengan nasi masih kebul-kebul dan berlauk gêrèh/ikan asin plus karak tadi.