Malam kian larut. Istana Hastinapura telah senyap. Sesekali terdengar langkah-langkah prajurit jaga mengelilingi istana untuk memastikan tak ada seorang pun yang akan berbuat durjana. Saking sepinya, kepak kelelewar yang sedang terbang mencari buah matang pun terdengar oleh telinga orang yang masih terjaga.
Di kamarnya, Gendari masih terjaga. Malam hampir masuk ke bagian dua pertiganya, namun matanya tak mau terpejam jua. Ia pandangi wajah suaminya yang sedang terbaring di peraduan, nafasnya naik-turun dengan dengan ditingkahi dengkuran. Lelaki yang menjadi suaminya itu bernama Destarasta, raja Hastinapura. Ia dipaksa kawin oleh orang tuanya dengan raja buta itu, padahal cintanya tertambat kepada Pandudewanata, saudara laki-laki Destarasta. Ia sudah mengubur dalam-dalam rasa cintanya kepada Pandu, semenjak Pandu meninggal dunia dan rasa cinta yang terkubur itu berubah menjadi dendam kesumat. Kelak ia menjadi salah satu provokator utama terjadinya perang Bharatayuda.
Sesungguhnya Gendari tengah bimbang. Hatinya diombang-ambingkan oleh sebuah asmara yang kini sedang tumbuh di hatinya. Wahai malam, betapa aku sangat merindukan dirinya.
Hal ini berawal dari sebuah akun pesbuk. Ya, Gendari – ibu para Kurawa itu, telah menjadi korban kemajuan teknologi jejaring sosial yang bernama pesbuk. Ia seperti kebanyakan pemilik akun pribadi pesbuk, rajin apdet status.
Memang sangat menggelikan menyaksikan kenarsisan dan membaca status para pesbuker. Halaman pesbuk jadi ajang pamer diri kalau mereka sudah naik status sosialnya: punya mobil, sering bepergian ke mana-mana, punya rumah mewah dan sebagainya. Entah, foto yang dipamerkan ke seluruh belahan dunia itu beneran atawa rekayasa belaka. Lagi pusing, bikin status. Lagi galau, bikin status. Sedang di bandara, bikin status, meskipun sering salah karena tak bisa membedakan antara check in dan proses boarding. Ritual berdoa sebelum makan, diganti dengan memfoto makanan yang disajikan dan menyebarkannya ke halaman pesbuknya tak lupa diselipi kata-kata: hmm…. maknyuss… (padahal makanan itu belum tersentuh oleh lidahnya).
Dan Gendari menjadi korban asmara pesbuk! Di pesbuknya ia menemukan sebuah nama dari teman lamanya, yang di hari-hari belakangan ini telah menggetarkan hatinya. Maafkan aku mas Desta.
Ia raih iped miliknya. Lalu, ia mengetikkan alamat imel dan paswot di akun pesbuknya. Kemudian, jari-jemarinya lincah bermain selancar di layar iped. Hati dan jarinya gemetar ketika ia hendak menyentuh sebuah akun pesbuk yang telah lama bersarang di deretan nama-nama teman.
Haruskah malam ini aku jawab, kalau aku juga mencintainya? Gendari melakukan eka-wicara. Ia lirik suaminya yang tidur pulas di sampingnya. Haruskah aku mengkhianati orang sebaik Mas Desta?