Suatu ketika Toni mendapatkan tugas dari kantornya untuk dinas ke luar Jawa selama hampir dua bulan meninjau proyek baru perusahaannya di Kalimantan. Dia bilang pada keluarganya, tidak akan pulang di tengah tugasnya.
Rupanya kesempatan ini dipergunakan oleh istri Toni dengan sebaik-baiknya, dia ingin memberikan kejutan kepada suaminya ketika pulang dinas nanti yaitu dia ingin permak hidung, biar jadi mancung.
Singkat cerita, berdasarkan referensi temannya pergilah dia ke suatu salon yang bisa membuat hidung mancung dengan cara diurut dan disuntik silicon. Dua hari kemudian sudah kelihatan hasilnya. Di depan cermin, tak bosan-bosannya dipandangi hidung barunya. Dia pamerkan kepada para tetangga dan kerabatnya.
Suatu pagi, dia kaget ketika bercermin. Hidungnya berwarna merah, seperti digigit lebah. Rasa gatal menjalar ke seluruh permukaan hidung. Sekarang, hidungnya mirip dengan hidung badut. Dia menelpon temannya minta diantar ke salon tempat permak hidung. Bolak-balik tiga kali tidak ada perubahan, malah hidungnya semakin membengkak. Ke mana-mana menggunakan cadar untuk menutupi hidung sialan tadi.
Ketika anaknya bermain di depan rumah, dia diberi tahu kalau ayah pulang dari Kalimantan, dia makin stress saja: bukan kejutan semacam ini yang akan dia berikan kepada suami. Ketika Toni masuk kamar, dilihatnya sang istri tengkurap saja menyambut kedatangannya. Toni bertanya ada apa, malah dibalas dengan ledakan tangisan. Betapa kaget si Toni, saat menyaksikan wajah istrinya. Setelah reda tangisnya, istri Toni menceritakan perkara hidungnya.
“Gusti Allah menciptakan manusia itu sudah sesuai dengan disainnya. Kalau kamu mencoba memodifikasinya, ya nyalahi kodrat. Hidungmu pesek, toh jadi juga kan tiga anak kita. Aku mencintaimu, apa adanya kamu”, kata Toni kepada istrinya dengan sabar.
Sebelum semuanya terlambat, dia bawa istrinya ke rumah sakit.
Jangan main-main dengan polesan karya Tuhan.