Hotel vs Kebun Binatang

Sebelum pindah ke Pondicherry, Ayah mengelola hotel besar di Madras. Minatnya pada binatang membuat dia mendirikan usaha perkebunbinatangan. Mungkin kau pikir wajar saja beralih dari mengelola hotel ke mengelola kebun binatang. Nanti dulu. Ditinjau dari berbagai sudut, mengelola kebun binatang bisa dikatakan mimpi buruk paling parah bagi pengelola hotel. Bayangkan: tamu-tamunya tidak pernah keluar kamar; mereka bukan minta disediakan tempat tinggal, tapi juga pelayanan lengkap; mereka tidak habis-habisnya mendapat pengunjung, beberapa ada yang berisik dan tidak tahu aturan. Supaya kamar mereka bisa dibersihkan, mesti ditunggu supaya mereka keluar dulu ke balkon – bisa dikatakan begitu. Lalu supaya balkon bisa dibersihkan, lagi-lagi mesti menunggu mereka bosan dengan pemandangan di luar dan kembali ke kamar; dan urusan bersih-bersih ini sangat merepotkan, sebab tamu-tamu ini jorok seperti pemabuk. Masing-masing tamu sangat rewel mengenai pola makannya, selalu saja mengeluh tentang pelayanan yang lamban, dan tidak pernah sekali pun memberi tip. dan terus terang, banyak di antara tamu-tamu ini yang mengidap penyimpangan seksual – ada yang ditahan-tahan dan sesekali meledak menjadi gairah tak terkendali, ada juga yang mempertontonkan terang-terangan, pokoknya kedua-keduanya membuat pusing pengelola dengan perilaku seks bebas dan inses mereka. Apakah kau menginginkan tamu-tamu semacam ini di penginapanmu? Kebun Binatang Pondicherry merupakan sumber kesenangan sekaligus penyebab sakit kepala bagi Mr. Santosh Patel, pendiri, pemilik, direktur, pimpinan staf berjumlah lima puluh tiga orang, sekaligus ayahku.

~oOo~

Paragraf di atas salah satu bagian yang saya suka dari novel Life of Pi karya Yann Martel (Gramedia Pustaka Utama, cetakan kelima, Nov 2012). Seperti pernah saya singgung di artikel Pi dan Richard Parker, Pi – tokoh utama novel ini, di masa sekolah ia menjadi bahan ledekan teman-temannya, gara-gara ia punya nama Piscine Moralto Patel, sebuah nama pemberian sang paman yang gemar berenang yang tinggal di Paris. Nama tersebut diambil dari nama kolam renang. Teman-teman sekolahnya memelesetkan namanya sebagai pissing atawa kencing. Saya kutipkan paragraf yang saya suka juga:

Kalau aku mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan, guru akan berkata, “Ya, Pissing.” Sering kali guru yang bersangkutan tidak menyadari panggilan yang baru saja diucapkannya itu.  Pada tahun terakhirku di St. Joseph’s School, aku merasa seperti Nabi Muhammad SAW yang teraniaya di Mekkah. Tapi, seperti halnya Nabi yang kemudian Hijrah ke Madinah dan menandai dimulainya zaman Islam, aku juga merencanakan pelarianku serta dimulainya awal yang baru bagiku.