Hareem, Sinetron yang Memprihatinkan

Inilah sinetron yang ceritanya “kacau-balau” seperti sinetron-sinetron lain yang setiap hari tayang di televisi negeri ini. Hareem, sinetron ini yang saya maksud. Seperti itukah kehidupan keluarga poligami?

Lihatlah, Kanjeng Doso yang mempunyai istri empat. Ah, kok menggunakan sebutan kanjeng ya, bukankan kanjeng itu sebutan untuk orang yang sangat terhormat dan bisa diteladani tingkah lakunya? Penampilan Doso, setiap hari mengenakan baju gamis, istri-istrinya berkerudung rapat. Tapi, tingkah laku dan sikap mereka jauh dari penampilan fisiknya itu. Doso kalau bicara berteriak (bahkan urat lehernya kelihatan dan sampai serak suaranya), gampang mengucapkan kata cerai, menampar, dan tindakan tidak terpuji lainnya. Lalu di antara para istrinya banyak intrik dan fitnah, berbuat keji dan perbuatan lain yang jauh dari nilai-nilai agama. Tidak heran, timbul protes di sana-sini dari para pemirsanya. Untuk meredam itu semua, produser sinetron menampilkan seorang ustadz untuk memberikan ulasan cerita sinteron, dan memberikan nasihat kepada para penonton, jangan meniru karakter tokoh sinetron.

Waduh, ternyata setelah protes penonton reda, sang ustadz juga hilang. Dan alur cerita semakin jauh di luar jangkauan logika masyarakat nusantara yang masih menjunjung nilai-nilai agamanya. Sekali lagi, apakah seperti itu gambaran keluarga poligami? Anak membentak-bentak abi dan umi-nya, sesama anak saling berantem padahal kalau berbicara tidak lupa mengutip kalimat dalam kitab suci, dan tentu saja penuh dengan adegan KDRT!

Itu belum cukup. Masih ada Juragan Sigit seorang poligamis juga. Doso dan Sigit saling bersaing, siapa yang paling hebat mendapatkan istri cantik dan muda. Tidak jarang mereka beradu otot, berujung kepada urusan polisi. Tragisnya, ada anak Doso ternyata bukan anak kandungnya, hasil perselingkuhan salah satu istrinya dengan pesaingnya, Sigit.

Memprihatinkan!